Sabtu, 29 Juni 2013

Cerpen Cinta


Cintaku Berat di Badan
Oleh: Mala Nopita Sari

Sore ini sinar matahari sudah mulai redup. Pancaran sinarnya yang begitu menyengat siang tadi kini sudah mulai menyelinap di antara pohon-pohon bambu yang begitu tinggi. Angin pun mulai bertiup dengan pelan, daun-daun bambu pun mulai bergoyang kesana-kemari dengan serempak. Aku yang sedari pagi sudah berkutat dengan semua rumus matematika yang begitu membuatku pusing, kini mulai bernafas lega karena jam kuliah telah usai. Aku langsung bergegas meninggalkan ruangan kelas lalu aku menuju halte metromini di depan kampus. Jam sudah menunjukan pukul lima, seperti biasa pada jam-jam seperti ini semua angkutan umum selalu dipenuhi oleh mereka para karyawan kantor yang sudah pulang kerja. Keadaan Jakarta yang begitu padat membuat mobil metromini ini sangat sesak karena terlalu banyak penumpang. Badanku yang besar memang sangat memakan tempat, jadi wajar saja jika aku sering dimarahi oleh penumpang lain karena menghalanginya untuk turun.
“Mba misi dong! saya mau turun nih. Mba sih gemuk banget saya jadi gk bisa lewat kan”. Tegur penumpang itu dengan sinis.
“Maaf mba”, hanya kata itu yang bisa ku lontarkan.
Aku sebenarnya malu dengan keadaan berat badanku yang sudah mencapai angka 70 kg, tetapi mau bagaimana lagi aku sudah berusaha untuk diet tetapi tetap saja aku tidak dapat menahan nafsuku untuk tidak makan coklat karena coklat merupakan makanan favoritku, jika sehari saja aku tidak makan coklat badanku ini bisa gatal-gatal.
Aku sudah turun dari mobil metromini, lega rasanya bisa menghirup udara luar setelah selama tiga puluh menit aku harus menghirup seribu satu aroma yang tidak sedap di dalam metromini tersebut. Aku sudah sampai di tempat kostku. Jarak rumah yang cukup jauh dengan kampus membuatku memutuskan untuk tinggal mengekost, sebenarnya biaya kost itu terhitung lebih mahal dibandingkan dengan tinggal di rumah sendiri, karena mamah harus mengeluarkan uang lebih tiap bulan untuk membayar kost, membiayai hidup untuk makan, harus mengerjakan sesuatu sendiri tanpa dibantu mamah.
Aku memiliki teman sekamar bernama Alin. Alin adalah perempuan yang cantik, seksi, langsing, tinggi, rambutnya lurus, matanya indah, pokoknya benar-benar wanita sempurna. Aku sangat iri terhadap kecantikan yang Alin punya. Aku mendekatkan wajahku ke cermin, kutatap bagian wajahku. Wajah yang lusuh, muka bulat dengan sebagian jerawat kecil di pipi yang tembem, mata sipit yang selalu terhalangi oleh kacamata tebal, rambut kriting tidak beraturan, hidung besar seperti jambu air, belum lagi badanku yang penuh dengan lemak di bagian perut yang begitu menumpuk, hanya kulit putih yang menjadi kelebihanku satu-satunya di antara anggota badan yang lain. Arrgghhh, aku menghela napas panjang, hidup ini memang tidak adil dan sangat tidak adil, aku sangat kesal menatap diriku sendiri yang sangat jauh dari kata cantik. Alin pernah bilang sesuatu yang membuatku senang.
“Pril, setiap orang itu pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, tidak ada kata sempurna dalam dunia ini. Kamu memiliki kelebihan yang tidak aku punya yaitu prestasimu yang begitu membanggakan, aku sangat iri dengan kepintaran yang kamu punya”.
Memang sih, aku dari kelas satu SD selalu mendapatkan peringkat pertama. Sampai di bangku kuliah ini aku juga selalu mendapatkan beasiswa, tetapi tetap saja aku tidak banyak dipandang oleh semua laki-laki karena prestasiku, laki-laki sekarang ini hanya memandang perempuan dari kecantikannya jadi wajar saja kalau aku sering uring-uringan dengan kondisi badanku.
Pukul delapan lewat sepuluh menit, aku masih membereskan buku-buku untuk dibawa hari ini ke kampus. Pagi ini aku berangkat ke kampus dengan naik ojek di depan gang kostanku, kulihat sekumpulan tukang ojek sedang duduk menunggu penumpang. Aku segera menuju pangkalan ojek itu dan tukang ojek itu langsung menoleh ke arahku.
“Ojek mba?” tanya tukang ojek itu.
“iya bang ke Kampus depan yah, berapa duit bang? tanyaku.
“Sepuluh ribu aja mba, gimana mba? murah kan?” jawab abang tukang ojek kurus itu dengan senyumnya. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menjawab, “Oke deh bang”. Sebenarnya aku sedikit khawatir diboncengi olehnya karena melihat badan abang tukang ojek yang begiu kurus jadi sepanjang perjalanan aku selalu menginggatkannya.
“Bang pelan-pelan ajah yah, jangan ngebut-ngebut. Saya kan berat nanti takut jatuh”.
“Tenang aja mba, saya udah biasa bawa yang ukuran jumbo” jawab abang tukang ojek itu dengan meyakinkan. Sudah setengah perjalanan aku mulai merasa kalau ada yang tidak beres dengan keadaan motornya. Benar saja disaat melewati polisi tidur secara tiba-tiba saja posisi si tukang ojek lebih tinggi dari pada aku. Aku langsung merosot ke bagian belakang dan seketika itu aku langsung jatuh tersungkur ke aspal. Aku merasakan sakit di bagian pantatku. Untuk menghindari rasa malu aku langsung bangkit dari tempatku terjatuh tapi tiba-tiba saja terdengar bunyi Breettt. Masyaallah, celanaku robek tepat di bagian belakang pantatku. Aku bingung harus berbuat apa, untung saja tidak ada yang melihat kejadian ini. Abang tukang ojek benar-benar merasa bersalah dan dia terus meminta maaf kepadaku, aku langsung memaafkannya dan memberikannya uang sepuluh ribu tetapi dia menolaknya dan bilang “Tidak usah mba, saya kan sudah membuat mba jatuh jadi tidak usah bayar”. Aku langsung pergi dan berjalan menuju kampus. Aku menutupi celana robekku dengan tasku. Untung saja tidak terlambat datang ke kelas, aku langsung duduk dengan rasa gelisah.
Jam Kuliah telah selesai, aku langsung pergi ke kantin kampus dan memilih tempat duduk di bagian belakang. Sesampainya di kantin aku melihat seseorang duduk di samping mejaku. Aku sangat kaget ternyata Radit, dia adalah laki-laki yang selama dua tahun ini aku taksir. Radit adalah lelaki terganteng di kampus. Aku bukan satu-satunya wanita yang  menyukai Radit tetapi aku adalah satu-satunya wanita yang sangat tidak berkemungkinan untuk menjadi pacarnya. Selama ini aku hanya bisa menatap Radit dengan diam-diam tanpa berani untuk menatapnya langsung, tetapi tiba-tiba saja aku mulai merasa kalau Radit semakin dekat, benar saja dia mulai menghampiriku. Aku mulai gelisah dan mulai merapikan bagian bajuku sambil membereskan rambutku yang berantakan ini, lalu dia berkata.
“Boleh minta tisunya”
“Oohh,,, Booolleehhh Booleehhh” jawabku dengan gugup dan gemetar.
“Terimakasih April”. Oh My Good, dia tahu namaku. Sejak kapan kita berkenalan, berjabat tangan dengannya saja aku tak pernah. Aku hanya bisa terdiam dan bertanya-tanya, jadi selama ini dia tahu namaku, aku benar-benar merasa senang. Selama perjalanan pulang aku tidak henti-hentinya tersenyum simpul sambil terus membayangkan wajah Radit yang tampan itu.
Malam ini adalah malam minggu, karena aku tidak memiliki pacar jadi seperti biasa aku hanya bisa duduk menonton tv sambil memakan coklat tobleron kesukaanku, lain halnya dengan Alin. Sudah sejak satu jam tadi dia sibuk untuk merias diri di kamarnya. Malam ini Alin akan pergi bersama gebetannya. Hampir setiap malam minggu Alin selalu pergi dengan laki-laki yang berbeda, aku saja sampai tidak ingat siapa-siapa saja teman lelaki Alin yang datang ke kostan. Sepanjang malam ini aku tidak bisa tidur, aku selalu memikirkan wajah Radit, hatiku benar-benar merasa bahagia. Semoga saja dengan kejadian siang tadi aku bisa menjadi dekat dengan Radit.
Hari ini adalah mata kuliah yang sangat membosankan, jadi ku putuskan untuk pergi ke kantin saja. Aku langsung memesan makanan tetapi ketika aku sedang memilih tempat duduk, aku tersentak kaget di depan sana kulihat Radit sedang mengobrol dengan Alin. Ada hubungan apa antara Radit dan Alin, mengapa mereka saling kenal? mengapa mereka begitu dekat? apa mereka sudah pacaran? mengapa harus Alin? aku benar-benar penasaran dan aku tidak habis pikir. Kalau pun Radit harus memiliki pacar aku sangat berharap kalau pacarnya itu bukanlah Alin, karena aku tahu sekali siapa itu Alin, Alin memiliki banyak teman lelaki jadi dapat kusimpulkan kalau dia bukanlah tipe wanita yang setia. Sesampainya di kostan aku langsung menanyakan masalah ini kapada Alin.
“Ehemmpp Lin, aku mau nanya. Kamu kenal sama Radit yah?”
“Kenal banget dong, siapa sih yang gak kenal sama dia, laki-laki ganteng dan baik pula”. Mendengar perkataan Alin seperti itu kekesalanku meningkat menjadi 10%.
“Eh, kenapa nanya kaya gitu Pril, cemburu yah kamu aku deket sama Radit?”
“Eeehhhh,,, ggkkk kok! siiappa yang cemburu, biasa ajah tuh kan aku cuma nanya” jawabku sekenanya. Alin pun langsung pergi meninggalkan aku. Hatiku sangat hancur sekarang benar-benar sudah tidak ada harapan lagi bagiku. Sia-sia aku memendam perasaan ini selama dua tahun jika akhirnya Radit harus berpacaran dengan teman sekamarku, air mataku tiba-tiba saja mulai turun, Hiks..Hiks.
Tiga hari sudah kejadian itu berlalu, aku berusaha melupakan bayang-bayang Radit dalam pikiranku karena aku tahu cepat atau lambat Radit akan menjadi milik Alin si gadis cantik itu. Aku mencoba bersikap biasa saja terhadap Alin seolah-olah tidak terjadi apa-apa padaku, aku tidak ingin Alin tahu bahwa aku menyukai Radit. Malam ini aku sedang menghafal rumus matematika yang akan dipelajari besok, tetapi tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah. Aku pun langsung berdiri dan membukakan pintu. Aku langsung terperangah ternyata dia adalah RADIT. Untuk apa Radit datang ke kostanku, aku sangat senang sekali dan langsung terdiam tanpa mempersilahkan Radit untuk masuk.
“Pril, boleh aku masuk” tanya Radit heran.
“Ohh yah tennttuu saja boolehh” gugup itu tidak hilang jika bicara dengan Radit.
“Ada apa kamu ke,” belum sempat aku lanjutkan perkataanku, tiba-tiba saja Alin keluar dari kamar dengan menggunakan mini dress berwarna biru dongker. Astaga aku sampai lupa kalau Radit datang ke sini pasti untuk bertemu dengan Alin, bukan untuk bertemu denganku. Bodohnya aku sampai melupakan hal itu. Mereka akhirnya pergi untuk dinner. Untuk kesekian kalinya hatiku hancur berkeping-keping. Aku sedih, dan judul untuk malam ini adalah “Menangis Semalam”.
Aku bangun dengan mata yang sembab gara-gara kisah menangis semalamku. Rasa sakit ini masih terasa sampai ke tulang-tulang rusukku, daripada aku terus bersedih seperti ini aku lebih baik mandi dan pergi ke supermarket untuk membeli coklat, karena persediaan coklatku sudah mulai menipis. Pagi ini cuaca begitu mendung sepertinya langit pun ikut berduka dengan kejadian yang menimpaku. Aku bergegas pergi ke supermarket takut hujan terlebih dahulu turun, setelah selesai berbelanja keadaan cuaca di luar semakin memburuk. Langit begitu berwarna hitam pekat, hujan pun mulai turun dengan deras. Sial sekali aku tidak membawa payung, terpaksa aku harus menunggu hujan berhenti. Ketika aku ingin berjalan untuk berusaha keluar dari kerumunan orang yang sedang berteduh tiba-tiba saja kantong plastik belanjaanku sobek dan langsung saja barang belanjaanku terjatuh dan berserakan. Aku langsung mengambil barang belanjaanku satu persatu tetapi aku melihat ada sebuah tangan menggapai coklat tobleron milikku lalu menyodorkannya padaku. Aku lalu mulai menganggkat kepalaku dan melihat siapa orang yang telah membantuku, RADIT. Kenapa harus Radit lagi, mengapa dia hadir di saat seperti ini.
“Nih punyamu, kenapa bisa terjatuh seperti ini sih Pril?”
“Eemmp anu, anu kantoonng belanjaanku terllalu tipiss jadi sobek deeh”. Tetap saja gugup.
“Lain kali hati-hati yah Pril”. Sumpah ini nice banget, ganteng, baik dan perhatian benar-benar pacar idaman.
“Kamu mau aku antar pulang?”
Beneran Radit mengajakku pulang bareng? sama dia? naik mobilnya dia. April kamu gak lagi mimpi kan yah? aku mencoba mencubit tangan kananku. Awww sakit, berarti benar ini bukan mimpi tapi ini sungguhan. Aku langsung mengangguk iya.
Sesampainnya di tempat kost, aku langsung menaruh barang belanjaanku di dapur dan aku langsung membuatkan minum untuk Radit. Ketika aku menawarkan minuman itu kapada Radit, Radit menatap wajahku dengan tatapan yang tajam yang membuatku malu.
“Pril, aku sebenarnya sudah lama ingin mengatakan ini padamu tetapi aku tidak berani untuk mengataknnya. Aku menyukaimu. Aku tahu kamu sering menatapku dengan diam-diam, tanpa kamu sadari aku juga sering menatapmu dengan diam-diam, aku sangat kagum dengan prestasimu, aku sangat suka dengan kamu yang simpel dengan tubuhmu walaupun banyak yang mencela kamu. Bagiku Kamu itu wanita yang cantik luar biasa Pril”
“Hahhh, yang benar saja kamu? kamu menyukaiku? Luar biasa cantik katamu! Radit kamu buta yah? aku sebesar ini dengan wajah yang aneh tapi kamu masih bilang aku cantik.
“April, aku sama sekali tidak melihat kamu dari fisik saja, bagiku kamu wanita yang baik yang selalu tersenyum disaat semua orang tidak melihatmu tapi kamu tetap berusaha menjadi diri kamu.
“Bagaimana dengan Alin, bukankah kamu menyukai Alin?
“Hah Alin, tidak mungkin aku menyukai Alin. Alin adalah adik sepupuku Pril”.
Aku benar-benar merasa bodoh dan juga dibuat bengong, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
“April, aku sungguh-sungguh menyukaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?”
Tanpa berpikir lagi, aku pun langsung berkata “Maauuu, aku mauu jadi pacar kamu”.
Aku sangat merasa senang, aku bagai melayang dan menari di atas awan, ditaburi oleh bunga-bunga yang indah dan diiringi dengan balutan lagu cinta. Aku merasa menjadi wanita paling tercantik di antara seluruh wanita-wanita yang ada di muka bumi ini. Oh Tuhan terimakasih karna kau telah mendengar semua doa-doaku.

Cerpen dengan menggunakan Warna Lokal



Penari Jaipong itu Bernama Ratih
Oleh: Mala Nopita Sari


Malam ini di desa Kliningan di pantai utara tepatnya di daerah Karawang Jawa Barat, suasana begitu gelap, deburan ombak pantai mulai semakin kencang dengan bunyi yang begitu menakutkan, angin pantai yang begitu kencang pun mulai terasa di sekujur tubuh. Di pesisir pantai itu terdapat sebuah rumah kecil atau lebih tepatnya sebuah gubuk kecil. Dari dalam gubuk itu terdengar suara gadis kecil memanggil ibunya.
“Ambu... Ambu...!!!” Suara Dewi begitu keras.
“Ada apa Dewi? mengapa memanggil Ambu seperti itu?” jawab Ratih dengan suara yang tak kalah kerasnya.
Ambu sejak tadi Mira tidak henti-hentinya menangis”.
“Badan Mira panas Ambu, sepertinya dia demam” tanya Dewi khawatir.
Ratih pun langsung menggendong Mira sambil terus mengusap dan membelai lalu memeluk Mira dengan sangat hangat seraya mendendangkan lagu wajib yang selalu dilakukannya ketika Mira ingin tidur. “Mira bobo oooh Mira bobo..., kalau tidak bobo digigit nyamuk”.
Dalam nyanyian itu Ratih berharap tangisan Mira akan berhenti dan langsung cepat tertidur. Memang sudah seharian ini Mira rewel dan terus menerus menangis. Mira adalah anak Ratih yang nomor dua, usianya baru menginjak dua tahun, sedangkan Dewi adalah anak Ratih yang pertama, usianya berbeda enam tahun dengan Mira.
Dewi yang sudah seharian ini menjaga adiknya, sudah mulai merasakan lelah. Dewi lalu membaringkan dirinya di atas ranjang besi tua yang tidak terlalu besar, Dewi mulai memejamkan mata dan dengan seketika Dewi sudah tertidur mendengkur, wajahnya tampak begitu damai.
Ratih yang sedari tadi menggendong Mira sudah mulai merasakan pegal karena kain ikatannya terlalu menumpuk di bagian punggunya. Kain itu sudah sobek sehingga jika Ratih ingin menggendong Mira ia harus memilah kain yang sobek di bagian belakang. Suara tangis Mira kini sudah berubah menjadi suara helaan nafas pendek yang keluar dari dalam mulutnya. Ratih pun mulai membaringkan Mira di samping Dewi.
Ratih tahu bahwa Mira sedang demam tetapi apa yang harus dia lakukan, jangankan membawa Mira untuk berobat, membeli susu untuk Mira saja ia tak mampu. Setelah Ratih memutuskan untuk berhenti menjadi Penari Jaipong, kehidupannya sekarang benar-benar sangat membuatnya hidup serba kekurangan apalagi kini dia hanya menghidupi kedua anaknya seorang diri. Ratih kini memakai pakaian tidur yang kusut, mukanya bulat dan berwarna pucat, ia sangat cantik dan juga merangsang tetapi duka itu telah menggores di wajahnya sehingga kini Ratih menjadi seorang yang pemurung. Ratih lalu memandangi kedua wajah anaknya. Semakin Ratih memandangi kedua wajah anaknya, semakin Ratih ingat kepada lelaki yang telah membuat hidupnya sesusah ini. Seketika matanya berkedip-kedip dan bibirnya gemetar lalu ia mulai menangis. Masa lalu itu tiba-tiba muncul dalam otaknya.
Semua warga desa Kliningan sudah tahu siapa itu Ratih. Ratih adalah seorang gadis cantik berparas ayu yang memiliki tubuh sintal dan juga seksi. Ratih selalu dikagumi oleh para kaum lelaki, apalagi Ratih adalah seorang Penari Jaipong yang sangat terkenal, tidak ada yang mampu menandingi kecantikan, keseksian dan kepintaran Ratih dalam menari Jaipong, hanya dia gadis yang sangat di puja-puja oleh semua warga desa Kliningan. Semua gerakan tari Jaipong dipelajari Ratih sejak kecil. Ratih mempelajari Tari Jaipong karena kemauan ibunya, ibunya Ratih ingin sekali Ratih menjadi seorang penari yang hebat.
Neng harus jadi perempuan paling pintar dalam menari, perempuan yang selalu di agung-agungkan oleh semua lelaki. Pokoknya Ambu mau Neng itu menjadi Penari Jaipong yang mencerminkan perempuan sunda, perempuan yang penuh semangat, penuh perjuangan dan juga perempuan yang kuat”. Tegas perempuan itu. Jadi tak heran jika Ratih sekarang menjadi seorang Penari Jaipong yang hebat. Setiap Ratih menari semua mata lelaki selalu melihat goyang pinggul yang menjadi ciri khas penari Jaipong.
“Aku heran dengan semua lelaki di desa ini, mengapa semua menatap Ratih seperti itu, Apa yang dikagumi dari seorang Ratih, padahal aku tidak kalah cantiknya dengan dia” Seorang gadis membicarakan Ratih dengan sinis.
“Hus, Maneh teh ulah sirik kitu atuh
“Aku tidak sirik aku hanya heran saja, susuk apa yang Ratih pakai sampai semua lelaki tergila-gila padanya”. Tanya perempuan sinis itu dengan heran.
Perempuan sinis itu adalah Anggi. Anggi adalah teman Ratih sejak kecil. Anggi memang selalu sirik dengan kecantikan yang Ratih punya, padahal Ratih selalu saja berbuat baik terhadap Anggi tetapi Anggi selalu memandang Ratih dengan sebelah mata. Anggi memang memiliki semua kemewahan dan juga kekayaan tidak seperti Ratih yang hidup sederhana tetapi berkecukupan. Anggi memiliki satu kekurangan dia tidak bisa menari Jaipong jadi itulah yang menyebabkan dia selalu sirik dengan Ratih.
“Lihat saja kamu, suatu saat nanti aku akan bisa mengalahkan Ratih dan aku juga akan bisa mendapatkan Wawan karena Wawan hanya boleh dimiliki oleh aku dan aku akan menyingkirkan Ratih dari kehidupan Wawan” ucap Anggi dengan penuh keyakinan. Wawan adalah kekasih Ratih. Wawan merupakan sosok seorang lelaki tampan dan juga mapan. Semua gadis desa Kliningan sangat mengagumi ketampanan Wawan termaksud Anggi, tetapi semua usaha yang dilakukan Anggi sia-sia karena Wawan hanya mencintai Ratih. Wawan menyukai Ratih karena Ratih seorang Penari Jaipong dan dia juga merasa bangga memiliki gadis seperti Ratih yang menjadi kembang desa.
Wawan dan Ratih lalu menikah dari pernikahan itu mereka menghasilkan dua orang putri yang sangat cantik yaitu Dewi dan juga Mira. Tahun pertama pernikahan mereka Ratih merasa sangat bahagia karena memiliki suami seperti Wawan yang mau mengerti akan pekerjaanya sebagai Penari Jaipong, tetapi menjelang tahun kelima semuanya seakan berubah. Wawan kini menjadi seorang yang penuh amarah, bersikap kasar dan juga sering sekali bermain judi. Wawan juga tidak suka melihat Ratih menari Jaipong lagi karena sekarang ini Wawan beranggapan kalau Ratih hanyalah seorang penari Jaipong yang bukan sekedar menari tetapi Ratih juga bisa menjual tubuhnya ke semua lelaki, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ratih sangat mencintai Wawan jadi Ratih sangat setia kepada Wawan.
Akang Wawan kemana saja, sudah dua hari kemarin akang tidak pulang kerumah, apakah akang tidak kasihan dengan anak-anak akang?”
Cicing Maneh Ratih, akang baru pulang sudah ditanya macam-macam” jawab Wawan dengan penuh amarah seraya melemparkan bajunya ke depan muka Ratih.
Ratih hanya bisa diam dan menangis, dia tidak mengerti mengapa suaminya menjadi seperti itu, dalam pikirannya terdapat banyak pertanyaan.
“Apakah kang Wawan selingkuh di belakang saya? Apakah kang Wawan sudah memiliki istri lagi? Apakah kang Wawan sudah tidak mencintai saya? Semua pertanyaan itu tidak mungkin ia lontarkan kepada Wawan karena semua pertanyaan itu akan dijawab oleh Wawan dengan emosi dan juga kemarahan.
Ratih mencoba menutupi semua kesedihannya di depan anaknya, salah satu hal yang bisa menghiburnya adalah dengan menari. Malam ini Ratih diundang menari di desa Kedawung, sebelum menari seperti biasa Ratih selalu melakukan ritual-ritual yang memang harus Ratih jalankan seperti mandi kembang dan juga menyiapkan sesajen untuk para leluhur. Sebagai seorang penari Ratih harus tetap menjaga tubuhnya apalagi kini dia telah memiliki anak jadi Ratih harus lebih rajin lagi merawat tubuhnya. Setiap malam jumat Ratih selalu memakan bunga melati karena masyarakat sunda pada waktu itu sangat mempercayai jika memakan bunga melati pada malam jumat akan membuat wajah menjadi awet muda.
Seperti malam-malam sebelumnya malam ini pun Ratih pergi tanpa sepengetahuan Wawan, tetapi malam ini merupakan sebuah bencana bagi Ratih. Wawan yang sudah mengetahui kabar bahwa malam ini Ratih pergi menari tanpa sepengetahuannya, langsung pergi ke tempat desa Kedawung, melihat Ratih menari Wawan sangat murka seketika itu pula Wawan langsung menarik tangan Ratih dan langsung menampar Ratih lalu Wawan pergi begitu saja meninggalkan Ratih. Ratih hanya bisa menangis, dia memang sangat mencintai Wawan dan sebagai seorang istri dia harus patuh terhadap perintah suaminya tetapi di satu sisi Ratih tidak bisa meninggalkan kehidupan menarinya itu.
Semenjak kejadian malam itu Wawan tidak pulang kerumah. Ratih sangat bingung, harus kemana lagi dia mencari suaminya. Dewi anak tertua Ratih selalu menanyakan ayahnya.
Ambu, Abah kemana? Dewi kangen sama abah,..”. Pertanyaan Dewi itu membuat Ratih menjadi sedih
Neng Dewi sayang, abah sedang pergi mencari kerja seminggu ini, mungkin abah akan pulang besok, sabar yah neng”. Ratih mencoba menenangkan Dewi padahal hatinya sudah sangat hancur mendengar pertanyaan Dewi yang seperti itu dengan terpaksa Ratih berbohong kepada Dewi.
Ratih selalu menanyakan keberadaan Wawan kepada setiap teman-teman Wawan tetapi semua teman-temannya tidak mengetahui keberadaan Wawan hingga suatu ketika ada seorang pemuda berbadan gemuk, memiliki kumis mengetok-ngetok pintu rumah Ratih.
“Assalamualaikum Nyai Ratih...” pemuda itu mengetok dengan sangat keras.
“Walaikumsalam,,,” Jawab Ratih.
“Nyai, saya tahu dimana keberadaan kang Wawan. Kang Wawan sekarang ini berada di rumah dekat desa Kedawung, setiap malam kang Wawan selalu keluar dari rumah itu. Nyai coba saja datang kerumah itu pada saat malam” pemuda itu menjelaskan dengan sangat terburu-buru.
Malam ini ditemani dengan rintik hujan Ratih langsung pergi melangkah menuju desa Kedawung, hujan tidak menjadi halangan baginya yang terpenting adalah dia harus membawa suaminya pulang dan meminta maaf kepada suaminya lalu dia akan menuruti semua perkataan suaminya. Perasaan Ratih sudah tidak karuan. Ratih akhirnya sampai di rumah itu. Rumah itu cukup mewah, Ratih mulai mengetuk-ngetuk pintu rumah itu tetapi tidak ada jawaban diketuk lagi pintu itu untuk kedua kalinya tetap saja tidak ada jawaban. Ratih lalu memegang gagang pintu rumah itu tetapi tidak dikunci. Ratih langsung masuk kedalam rumah itu, keadaan rumah itu sangat gelap tidak ada suara apa-apa, Ratih mulai melangkah perlahan-lahan. Langkah Ratih terhenti ketika mendengar suara dari dalam kamar, Ratih lalu menuju kamar itu betapa terkejutnya Ratih melihat suaminya sedang bercinta dengan seorang wanita dan Ratih sangat terkejut lagi bahwa perempuan yang bersama suaminya itu adalah Anggi teman kecil Ratih.
Semenjak kejadian itu Ratih tidak lagi mengharapkan suaminya kembali, dia sudah membuang rasa cinta itu, kini yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya menghidupi kedua anaknya tanpa adanya seorang suami di sampingnya dan Ratih juga sudah memutuskan untuk berhenti menjadi seorang Penari Jaipong.
Ratih tersadar dari lamunanya, dia kembali berpikir untuk apa dia menginggat kejadian yang sudah setahun ini ia lupakan tak ada gunannya lagi menyesali masa lalu yang begitu membuatnya hancur.
Jam dinding sudah memukul sebelas kali. Ratih mulai mengusap air matanya dia mulai menarik nafas dan dengan tenang kembali ke ranjang bersama kedua anaknya. Dipeluknya anaknya. Lalu memejamkan matanya melupakan semua. Pukul enam sudah dan Ratih masih tetap terjaga dalam tidurnya.

Cerita dengan Gaya Kilas Balik


SANGKURIANG
cerita asli dapat dilihat di
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/157-Sangkuriang
Diceritakan kembali oleh:
Mala Nopita Sari

Sore ini pancaran sinar matahari sudah tidak menyengat lagi, Sangkuriang yang sedang duduk di dalam Gua untuk bersembunyi berusaha untuk mengatur tarikan nafasnya yang tersenggal-senggal. Sejak siang tadi Sangkuriang tidak henti-hentinya berlari kesana-kemari, dia berusaha menghindar dari kejaran para pedagang pasar yang sangat tidak suka dengan tingkah lakunya. Memang sudah seminggu ini Sangkuriang selalu berbuat ulah di pasar Gumbreng. Sangkuriang selalu datang ke pasar itu dengan berteriak-teriak dan juga selalu menghancurkan barang dagangan para pedagang pasar, bukan hanya menghancurkan barang dagangan Sangkuriang juga sering menakut-nakuti para pembeli sehingga para pembeli itu tidak jadi berbelanja karena takut berada di dekat sangkuriang. Para pedagang sudah sangat kesal dengan kelakuan Sangkuriang sehingga mereka memutuskan untuk mengusir sangkuriang dari tempat ini.
Sebelum peristiwa itu terjadi, Sangkuriang merupakan sosok yang sangat dihormati di tempat itu, terutama di wilayah Pasar Gumbreng. Disaat Sangkuriang melewati Pasar Gumbreng, para pedagang pasar langsung memberi Sangkuriang hormat dengan menundukan kepala dan berlutut di hadapan Sangkuriang. Hari-hari Sangkuriang selalu dipenuhi dengan kesombongan dan juga keangkuhannya. Sombong karena memiliki wajah yang tampan, angkuh karena memiliki kesaktian yang tiada tandingnya. Kini Sangkuriang sudah tidak lagi memiliki kesaktian dan juga ketampanan dikarenakan setelah peristiwa itu terjadi Sangkuriang mengalami depresi yang sangat luar biasa, sehingga dia sering sekali melamun, menangis dan bahkan ia sering tertawa sendiri tanpa sebab.
Di dalam Gua tempat Sangkuriang bersembunyi. Sangkuriang merasa sangat ketakutan dan dia merapatkan tubuhnya di pojok dalam Gua itu, tetapi tiba-tiba Sangkuriang menangis dan memanggil-manggil nama Dayang Sumbi, tetapi tidak lama kemudian Sangkuriang tertawa dengan lepasnya, dalam tawanya ia berkata : “Aku akan menikah denganmu, aku akan menjadi suamimu, aku sangat mencintaimu Dayang Sumbi. Haaahahhaaaaa”. Sangkuriang benar-benar merasakan kegembiraan sehingga ia bangun dari tempat ia duduk dan keluar dari dalam Gua, lalu ia berlari dengan sangat kencang sambil sesekali berputar-putar dan melambaikan tangan ke atas sambil melompat.
Sekarang ini Sangkuriang sedang menatap sebuah perahu. Perahu yang membuat ia menanggis karena ingat akan peristiwa itu, peristiwa yang telah membuatnya menjadi seperti sekarang ini, yang telah membuatnya depresi.
Ia merupakan anak dari seorang perempuan yang sangat cantik jelita yang bernama Dayang Sumbi dan juga bapaknya seekor anjing yang bernama Tumang. Suatu hari Sangkuriang berburu bersama Tumang anjingnya, Sangkuriang tidak mengetahui bahwa Tumang adalah ayahnya. Suatu ketika, ditemani Tumang, Sangkuriang memburu seekor burung di hutan. Dengan sangat hati-hati dan jeli, Sangkuriang membidiknya. Sangkuriang kemudian memerintahkan Tumang untuk mengambil burung tersebut. Tapi, Tumang menolaknya. Sangkuriang menjadi kesal atas ulah Tumang. Maka, ditendangnya anjing itu keras-keras. Diperlakukan seperti itu oleh tuannya, Tumang pergi jauh ke dalam hutan dan tak pernah kembali lagi.
Di rumah, dia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Namun, bukannya iba dengan apa yang dialami putra semata wayangnya, Dayang Sumbi malah murka. Kemudian, saking marahnya, Dayang Sumbi melempar centong nasi. Sangkuriang yang sedang marah pun pergi dari rumah untuk selama-lamanya. Ketika amarahnya mereda, Dayang Sumbi menyesal atas apa yang telah dikatakannya pada Sangkuriang. Tapi, semua sudah terlanjur. Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan Dayang Sumbi dan Sangkuriang memutuskan untuk menikahi Dayang Sumbi, tetapi Dayang Sumbi tahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya melalui luka di kepala Sangkuriang.
Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dan membuatkan perahu untuk menyeberanginya. Kedua syarat ini harus jadi sebelum fajar menyingsing. Sangkuriang menyanggupi hal itu. Kemudian, Sangkuriang segera bekerja dibantu oleh teman-temannya dari bangsa lelembut dan jin. Sangkuriang dan teman-temannya bekerja sangat cepat. Dua syarat dari Dayang Sumbi hampir jadi tidak lama lagi.
Dayang Sumbi yang melihatnya menjadi cemas. Namun, dia tidak kehilangan akal. Dia meminta bantuan masyarakat sekitar agar menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur dan membangunkan ayam-ayam jago supaya berkokok. Supaya suasana malam berubah menjadi suasana fajar. Ketika ayam-ayam jago mulai berkokok, Sangkuriang melihat ke sebelah timur. Awan-awan mulai terlihat kemerah-merahan, tanda fajar telah menyingsing. Sangkuriang pun menghentikan pekerjaannya karena merasa telah gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi. Sangkuriang yang kesal kemudian merusak bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Desa pun tenggelam karena air bendungan. Lalu, Sangkuriang pun menendang perahu buatannya sendiri hingga perahu itu terbalik.
Setiap Sangkuriang menginggat hal itu dia selalu menangis dengan menyebut-nyebut nama Dayang Sumbi bukan sekedar menangis tetapi Sangkuriang pun selalu menunjukkan kemarahannya dengan memukul-mukuli dirinya sendiri. Masyarakat sekarang ini sudah mengetahui bahwa Sangkuriang sudah gila, pakainnya sudah compang-camping. Ketampannanya yang dulu sangat di puja oleh gadis-gadis desa kini hanya mendapatkan cemoohan dan juga hinaan. Setelah kejadian itu Dayang Sumbi memutuskan untuk bunuh diri dengan menyeburkan dirinya ke dalam sungai Citarum.