Minggu, 05 April 2015

Mendeskripsikan Cerita

Deskripsi berbagai Kejadian Dalam Waktu Yang Lama


PEMANCINGAN KELAPA DUA
Oleh : Mala Nopita Sari

Sekitar pukul sembilan pagisaya dan ayah berada di pemancingan Kelapa Dua. Pemancingan yang berada tepat di persimpangan jalan Kelapa dua ini memiliki panjang sekitar 50 meter dan lebar 15 meter, pemancingan ini sedikit demi sedikitsudah mulai dipadati oleh para pemancing yang memang sering menghabiskan waktu liburannya di pemacingan Kelapa Dua ini. Pada pukul sembilan seperti ini pemancingan sudah mulai dibuka, satu persatu dari para pekerja pemancingan sedang sibuk merapikan saung-saung yang memang menjadi tempat para pemancing untuk duduk dan menunggu ikan tangkapanya.
Para pekerja sudah selesai merapikan tempat pemancingan dan halaman parkir pun sudah di penuhi oleh kendaraan dari para pemancing. Sebagian dari mereka datang bersama keluarganya tetapi tidak sedikit pula yang datang hanya seorang diri, mereka lalu bergegas masuk ke area pemancingan dan memilih saung untuk tempat mereka memancing. Saung yang terdiri dari sepuluh buah ini semuanya terbuat dari bambu yang berwarna kuning kecoklatan, setiap saung memiliki keunikan masing-masing. Saung pertama sampai kelima yang berada di sebelah kiri yang memiliki ukuran lebih lebar diberi hiasan patung ikan patin dengan warna merah mencolok, sedangkan di saung sebelah kanan yang memiliki ukuran tidak terlalu besar dibandingkan sebelah kiri diberi hiasan patung ikan bawal dengan warna kuning keemasan. Aku dan ayah memilih duduk di bawah saung dengan hiasan ikan bawal yang ukurannya tidak terlalu besar, karena aku hanya datang berdua dengan ayah dan dari sini aku bisa melihat pemandangan danau yang begitu luas.
Para pedagang makanan, minuman dan juga perlengkapan alat pancing yang memang berada di dalam pemancingan itu, satu demi satu sudah mulai membuka warung mereka. Hampir semua rumah makan yang berada dalam pemancingan ini menjual aneka varian ikan bakar. Ada pula pedagang yang menawarkan berbagai perlengkapan alat pancing, dan tidak sedikit pula pedagang ikan hias yang mencari peruntungan di pemancingan kelapa dua ini. Sepanjang jalan pemancingan dipadati oleh pedagang tanaman hias, mulai dari ujung jalan Kelapa Dua sampai menuju kampus Gunadarma yang memang tepat berada di depan gerbang pemancingan.
Air yang berada dalam pemancingan ini merupakan aliran air dari danau Kelapa Dua yang memang berada di wilayah utara, aliran air itu tidak hanya digunakan sebagai tempat pemancingan tetapi juga dijadikan objek wisata keluarga, di belakang pemancingan terdapat kolam renang yang cukup luas, biasanya kolam renang itu akan dibuka sekitar pukul sebelas siang. Di samping pemancingan para petugas sedang sibuk merapikan beberapa permainan air yang sebentar lagi akan diramaikan oleh para pengunjung, disana terdapat dua buah perahu karet sedang, lima buah permainan bebek-bebek air, dan tiga buah balon-balon besar. Di loket permainan itu sudah banyak anak-anak kecil yang mengantre untuk membeli tiket dan menaiki permainan air tersebut, lima menit kemudian para petugas sudah selesai merapikan dan anak-anak kecil yang sudah menunggu itu akhirnya bisa menaiki permainan air.
Hari sudah menjelang siang, pada saat sekarang ini pengunjung semakin bertambah banyak. Ayahku masih sibuk dengan alat pancingnya. Perutku sudah berbunyi dan menunjukan tanda-tanda lapar, akhirnya aku meninggalkan ayahku dan memutuskan untuk mencari makan. Mataku terarah kepada seorang bapak tua dengan menggunakan kaos oblong dan juga sebatang rokok yang berada di tangannya yang membuat dia tidak henti-hentinya mengepulkan asap rokoknya ke udara. Bapak tua itu menuju saung ikan patin, aku pun mengikuti arah langkahnya, terdengar sayup-sayup suara tawa yang begitu ramai dari dalam saung tersebut. Ternyata di dalam saung itu banyak sekali bapak-bapak yang sedang melemparkan alat pencingnya ke dalam kolam pemancingan. Setiap mereka mendapatkan ikan, mereka akan tertawa dengan riangnya dan selalu berkata kepada teman sebelahnya“Gua yang dapet..”. Aku baru menyadari bahwa mereka sedang mengikuti perlombaan memancing, perlombaan ini memang rutin diadakan setiap akhir bulan, aku beruntung sekali bisa menyaksikan perlombaan ini. Pemenang dalam perlombaan ini akan membawa hasil tangkapan ikan dari seluruh peserta dengan gratis dan ternyata yang memenangkan lomba adalah si bapak tua dengan menggunakan kaos oblong yang ku temui tadi.
Karena asik melihat perlombaan memancing aku jadi lupa dengan perut laparku. Aku pun meninggalkan perlombaan itu dan lanjut untuk mencari makan. Aku melihat sebuah rumah makan yang memang tepat berada di sisi danau. Rumah makan itu sangat unik sekali, semuanya terbuat dari bambu. Aku memilih duduk di pojok kiri dekat permainan bebek-bebek air, pemandangan indahnya danau sangat terlihat sekali di sini. Hembusan angin yang sangat kencang membuat aroma ikan bakar sangat terasa di hidungku dan membuatku tidak berhenti mengambi nafas panjang untuk menghirup aromanya.
Setelah mengisi perutku yang lapar tadi, aku langsung mengahampiri ayah dan melihat hasil tangkapan ayah. Ayah hanya mendapat dua buah ikan bawal yang tidak terlalu besar. Di saung sebelahku aku melihat seorang anak laki-laki yang berbadan besar yang sedang serius menatap alat pancingnya dengan menopang dagu di tangannya, dia sama sekali tidak menyentuh alat pancing itu. Sekali-kali dia terlihat mengerutkan kening sambil menghela nafas panjang dan terduduk lemas. Lima menit berselang anak itu melompat dari tempat duduknya dengan mengejutkan ku. Ternyata dia melompat kegirangan karena mendapatkan seekor ikan patin kecil. Anak itu lalu berkata “Hore...dapet ikan, Hore.. dapet ikan”, kata-kata itu terus ia ucapkan sampai akhirnya dia pergi menuju kasir. Waktu sudah menunjukan pukul tiga. Aku dan ayahku memutuskan untuk pulang dan meninggalkan pemancingan. Sebelum pulang ayah harus membayar ikan hasil tangkapannya ke kasir dekat halaman parkir. Kedua ikan bawal hasil tangkapan ayah memiliki berat satu kilo dan ayah harus membayar seharga 25.000 rupiah.
Sore harinya sekitar pukul lima, aku bersama seorang temanku sedang berjalan-jalan menikmati udara sore hari dengan mengayuh sepeda. Kami berjalan melewati pemancingan Kelapa Dua. Ada pemandangan berbeda di halaman parkir pemancingan. Tempat parkir yang tadi siang digunakan untuk mobil dan motor kini berubah menjadi sebuah pasar malam yang ramai dengan dipenuhi para pedagang lesehan ataupun pedagang dengan menggunakan gerobak. Para pedagang itu tidak hanya berada di halaman parkir pemancingan, tetapi juga banyak dari mereka yang berdagang di pinggir pemancingan atau di sisi trotoar jalan. Sebagian besar yang berdagang di sisi jalan itu adalah para pedagang sepatu dan sandal, sedangkan yang berada di dalam parkiran adalah para pedagang sayur, pedagang buah, pedagang kaset, dan juga para pedagang baju.
Setelah adzan maghrib, pengunjung di pasar malam itu bertambah ramai dan juga sangat padat. Lampu-lampu neon yang berada di setiap lapak para pedagang menjadikan malam ini menjadi lebih terang, alunan musik dari pedagang kaset mengiringi langkahku untuk masuk lebih dalam menuju lapangan parkir pemancingan. Aku bersama temanku sedang mengantre untuk membeli secangir es krim vanila segar, pedagang es krim itu menjajakan dagangannya dengan mengunakan mobil kijang tua berwarna merah marun. Ketika aku sedang menunggu antrean es krim, aku melihat di seberang jalan tepatnya di depan kampus Gunadarma banyak sekali orang berkumpul, sepertinya mereka sedang melihat aksi tontonan yang begitu seru. Suara tepuk tangan dan juga sorak-sorai dari mereka semua, membuat aku semakin penasaran dan ingin mengetahui apa yang sedang terjadi disana.
Es krim vanila sudah berada di tanganku, aku pun langsung mengajak temanku untuk melihat apa yang sedang terjadi di seberang sana. Aku sama sekali tidak bisa melihat apa yang membuat mereka tertawa dikarenakan penonton yang penuh sesak dan juga postur badan mereka yang terlalu tinggi membuatku harus berjinjit untuk dapat melihat semua. Sekilas nampak sosok anak muda berbadan kekar dengan membawa obor api di tangan kanannya, sekali-kali dari mulut anak muda itu keluar semburan api panas yang begitu besar. Mataku kini beralih ke sebelah pemuda itu dan melihat seorang gadis cantik sedang duduk di kursi dengan tangan dan kaki diborgol dan juga mulut yang disekap oleh kain berwarna hitam. Gadis itu kemudian di masukan ke dalam kotak sedang yang hanya bisa ditempati oleh dirinya saja. Di sebelah kotak sudah berdiri seorang bapak tua dengan membawa pisau berukuran besar dan juga tajam, pisau itu kini ia tusukan ke dalam kotak yang memang di dalam kotak itu berisi seorang gadis cantik yang sudah diborgol tadi. Semua pisau sudah ditusukkan ke dalam kotak, tetapi ketika kotak itu dibuka gadis cantik itu keluar dengan keadaan sama seperti sebelumnya. Benar-benar tidak ada luka sama sekali, para penonton semakin bertepuk tangan kagum. Ternyata itu semua adalah atraksi sulap. Aku baru pertama kali melihat aksi sulap yang memang berada di tengah-tengah pasar malam.
Hari sudah semakin malam. Ketika aku dan temanku melewati pemancingan, langkahku terhenti sejenak untuk menikmati keindahan lampu-lampu lilin yang berada di tiap meja-meja makan para restoran seafood yang aku lihat tadi siang. Suasana ini benar-benar sangat romantis dengan dibalut taburan bintang yang nampak terang dari kejauhan. Di dalam saung pemancingan juga terlihat cahaya terang dari lampu petromak yang menggantung di sisi saung. Pada jam segini masih ada saja orang yang  memancing. Ternyata setelah aku tanyakan kepada petugas parkir memang pemancingan ini ditutup sampai jam sepuluh malam, dikarenakan pemancingan ini tutup sampai larut malam membuat para pemancing mania selalu saja datang ke pemancingan ini tanpa kenal waktu.
Sebentar lagi pukul sepuluh malam. Semua aktifitas yang berada di kawasan Kelapa Dua itu akan berakhir. Restoran yang memiliki lampu lilin yang begitu indah kini satu persatu sudah mulai dipadamkan, lampu-lampu petromak yang berasal dari saung pemancingan kini sudah tidak terlihat lagi cahaya kemerahannya, sedangkan lapak dari para pedagang pasar malam kini sudah mulai dibongkar dan mereka semua telah bersiap-siap untuk pulang dengan membawa uang hasil dagangan mereka. Akan tetapi keesokan harinya tempat ini akan tetap menjadi halaman parkir yang di tempati oleh mobil dan juga motor milik para pemancing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar