Sabtu, 27 April 2013

ANALISIS STRUKTUR NOVEL


 ANALISIS STRUKTUR NOVEL
Tugas Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah
Telaah Novel I
Dosen: Ita Rodiah S.S, M.Hum



 

http://pmb.unpam.ac.id/images/logo_unpam.jpg







Disusun Oleh  :
Lilik Setiawan
Mala Nopita Sari
Nur Komariah

UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
2012
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya dan makalah ini berjudul Analisis Struktur Novel”.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.


                    


Pamulang, Oktober 2012


Penulis


i
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................. ii
BAB I   PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.............................................................................. 1
B.  Rumusan Masalah.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Alur .............................................................................. 3
B.     Pengertian Tokoh........................................................................ 5
C.     Definisi Latar.............................................................................. 7

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan..................................................................................... 10
B.     Saran........................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA





ii
 
 




BAB I
PENDAHULUAN

C.  Latar Belakang
Sastra dapat diartikan sebagai tulisan, karangan, bahasa atau kata-kata yang memiliki nilai estetika atau keindahan. Beberapa fungsi sastra diantaranya adalah menghibur dan bermanfaat. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Sehingga dapat meracuni tanpa kita sadari. Sebagaian orang selalu menjadikan karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan pesan tentang apa-apa yang terjadi pada masanya. Menurut Yudiono K.S. (2007:27) “Dalam hal sastra, sebuah karya sastra dapat diterangkan atau di telaah secara tuntas apabila di ketahui asal usulnya yang bersumber pada riwayat hidup pengarang dan zaman yang melingkupinya”.[1]
Secara sederhana pula Sastra Indonesia dapat dikatakan sebagai Sastra berbahasa Indonesia, sedangkan hasilnya adalah sekian banyak puisi, cerita pendek, novel, roman, dan naskah drama berbahasa Indonesia dan banyak pendapat yang mengatakan bahwa Sastra Indonesia adalah keseluruhan sastra yang berkembang di Indonesia selama ini. Dalam konteks wilayah pertumbuhan dan perkembangannya secara nasional, berbagai sastra daerah dapat disebut juga Sastra Indonesia dengan pengertian sastra milik bangsa Indonesia. Apabila dihubungkan dengan usaha mewujudkan kebudayaan nasional, jelaslah bahwa sastra daerah itu merupakan unsur kebudayaan nasional. Hal ini telah dibahas dalam Seminar Pengembangan Sastra Daerah di Jakarta, 13-17 Oktober 1975.[2]
1
 
Karya Sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan yang sering kali menghadirkan kehidupan yang diwarnai sikap latar belakang dan keyakinan pengarang. Karya Sastra juga merupakan anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang (Salden, 1985: 2). Bagi Coleridge (dalam Aminudin 2001: 5), kualitas karya sastra ditentukan oleh sejumlah aspek yang  ke larinya juga ke arah kemampuan seniman.[3]
Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan. Novel itu merupakan salah satu jenis karya sastra prosa yang mengungkapkan sesuatu secara luas mengenai berbagai kejadian di dalam kehidupan yang dialami oleh tokoh cerita merupakan gejala kejiwaan.[4]

D.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana definisi mengenai alur ?
2.    Apa pengertian tokoh dan penokohan ?
3.    Bagaimana definisi Latar ?








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Alur
Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.[5] Stanton (1965:14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny (1966:14) juga mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat.[6]
Di dalam sebuah cerita terdapat Peristiwa-Peristiwa penting dan juga peristiwa tidak penting namun diantara keduanya saling melengkapi untuk menjadikan kisah itu menarik. Berikut adalah diagram struktur plot :
Klimaks


 
Inciting Forces[7]                                                                       Pemecahan


Awal                                                   Tengah                                      Akhir


3
 
 
Plot juga dapat dibedakan menjadi lima tahapan :
(a) Tahap penyituasian
Tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Misalkan dalam novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini  ini adalah novel yang bercerita tentang kehidupan masyarakat Bali yang di mana sangat kental dengan nilai-nilai adat dan juga kasta. Tokoh-tokoh yang digambarkannya adalah Luh Sekar (Jero Kenanga), Ida Ayu Telaga Pidada, Luh Sari, Wayan Sasmitha, Ida Ayu Sagra Pidada, Ida Bagus Ngurah Pidada, dan Ida Bagus Tugur.
(b) Tahap pemunculan konflik
Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Dalam novel Tarian Bumi ini konflik yang muncul ini berawal dari ketidaksukaan (kesirikan) Sadri terhadap Telaga karna Telaga adalah seorang putri bangsawan yang sangat cantik (hal:6). Dan juga konflik antara Ida Ayu Sagra Pidada (Nenek Telaga) yang tidak menerima kehadiran Sekar (menantunya) dan dia selalu merendahkan derajat Sekar yang seorang sudra (hal:13).
(c) Tahap peningkatan konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan telah dikembangkan . Konflik yang meningkat terjadi pada saat Wayan dan Telaga meminta restu kepada Luh Gumbreng (Ibu Wayan) untuk menikah, tetapi Luh Gumbreng sangat tidak setuju dan sangat marah, dia tidak ingin memiliki menantu seorang Ida Ayu Telaga Pidada. Baginya jika anaknya menikah dengan seorang bangsawan hanya akan mandapatkan cemoohan dari masyarakat dan akan mendatangkan bencana dan kesialan (hal:136).
(d) Tahap klimaks
Konflik atau pertentangan yang terjadi kepada para tokoh mencapai titik puncak. Konflik puncak ini terjadi setelah Telaga menikah dengan Wayan. Hidup Telaga memang sudah sangat berubah, dia rela meninggalkan kehidupan mewahnya hanya untuk menikah dengan Wayan, terlebih lagi dia harus tinggal bersama mertua dan adik iparnya (Luh Sadri). Kedua wanita itu sangat tidak menyukai Telaga, setiap hari Telaga harus menerima cemoohan dan perlakuan yang tidak baik kepada dirinya (hal: 146-148).
(e) Tahap penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan di kendorkan. Tahap penyelesaian ini terdapat pada saat Luh Gumbreng meminta Telaga untuk melakukan upacara patiwangi yaitu upacara pelepasan gelar bangsawan (Ida Ayu) karena bagi Luh Gumbreng sebelum Telaga melepas nama Ida Ayu menjadi Luh akan selalu mendatangkan kesialan bagi keluarganya. Dan akhirnya Telaga datang ke rumahnya untuk meminta izin kepada ibunya untuk pamit kepada leluhur di griya, tetapi ibunya menolak bertemu dengannya tetapi upacara itu tetap dilaksanakan berasama dengan kakeknya (hal: 164 &168). Setelah upacara selesai Telaga pun menjelmakan dirinya menjadi perempuan baru. Perempuan Sudra (hal : 175).

B.  Pengertian Tokoh
Tokoh adalah orang yang memainkan peran dalam karya sastra dan penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberi watak, sifat atau kebiasaan tokoh suatu cerita.[8] Penokohan juga dapat diartikan sebagai gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Peranan dan fungsi tokoh menurut teori umum tentang novel, cerpen, dan drama sangat penting untuk memahami seluk beluk novel, cerpen dan drama tersebut (Laurenson dan Swingewood, 1972 : 1993).[9]
Penokohan mancakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikatagorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
1)   Tokoh Utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.
2)   Tokoh Protagonis adalah tokoh yang dimana hampir semua pembaca menyukai tokoh ini karna memiliki nilai-nilai yang baik.
3)   Tokoh Antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita.
4)   Tokoh Sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja.
5)   Tokoh Bulat (Kompleks) adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
6)   Tokoh Statis adalah tokoh yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang sejak awal sampai akhir cerita.
7)   Tokoh Berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan berkembang perwatakan sejalan dengan perkembangan serta perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
8)   Tokoh Tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerja atau kebangsaan. Tokoh ini merupakan penggambaran pencerminan atau penunjukkan terhadap orang atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari lembaga yang ada di dunia nyata.
9)   Tokoh Netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
10)    Tokoh Tambahan adalah tokoh lain dalam cerita selain tokoh utama.




C.  Definisi Latar
Latar atau setting  yang disebut juga sebagai landas tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981 :175).[10] Latar adalah waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra.[11] Senada dengan pendapat diatas menyatakan bahwa setting merupakan sesuatu yang membantu kejelasan jalan cerita. Setting ini meliputi waktu, tempat, sosial dan budaya. Latar juga memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.[12]
Unsur Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan suasana. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
a)   Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Contoh dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini :
·      Denpasar, Bali
·      Rumah
 “Tidak ada orang di rumah ini yang bisa meredam nenek”.(hal:18), “Setiap pulang ke rumah asalnya, Sekar harus berubah sikap”.(hal:56), “Dalam rumah besar dengan perlengkapan mewah ini Telaga selalu merasa sunyi”. (hal: 64)


·      Pura
“Kamu jangan bicara ngawur, Sekar. Ini di pura, aku takut para dewa mendengar pernyataanmu”.(hal:22), “Untuk apa kau ke pura malam-malam.” (hal: 39)

b)   Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Contohnya :
·      Pagi
"Sampai pagi Sadri tak bisa memejamkan mata”.(hal: 8), “Suatu pagi utusan dari rumah ibu datang mengabarkan”.(hal: 62).
·      Siang
“Kapan kau punya waktu kosong”, “Biasanya Siang hari”. (hal: 114)
·      Sore
“Telaga harus belajar menari setiap sore hari”. (hal: 75)
·      Malam
“Untuk apa kau ke pura malam-malam”.(hal: 39), “ Suatu malam perempuan tua itu datang ke kamar Sekar”. (hal: 52)
·      30 September
“Telaga mendapatkan sebuah permainan baru. Dia Lahir (Luh Sari)”.
 (hal: 151).

c)    Latar Suasana
Latar suasana menceritakan bagaimana kondisi tokoh atau sekita kejadian yang terdapat di dalam sebuah cerita. Contohnya :
·      Sedih
“ Hanya ada suara tangisan Ibu, tangisan seorang perempuan sudra, perempuan yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika harus berhadapan dengan perempuan senior”.(hal:12), “Untuk apa air matamu? Simpanlah baik-baik. Tidak ada gunanya. Tidak bisa menghidupkan kembali tubuh anakku. Kelak air mata itu akan kau perlukan untuk sebuah peristiwa besar yang lain”. (hal: 20)
·      Tegang
“Ketika Telaga dan Wayan meminta restu kepada Luh Gumbreng (Ibu Wayan) dan seketika itu pula Luh Gumbreng marah”. (hal: 136).
·      Tenang
“Telaga ingin bicara dengan perempuan tua yang melahirkan Ayah. Bicara dari hati ke hati”,(hal:63), “Ibu Telga memberikan nasihat kepada Telaga untuk menjadi seorang wanita bangsawan”. (hal: 68)
·      Gelisah
“Terjadi disaat Luh Sekar menari telanjang (tanpa busana) dihadapan Luh Kenten, dan Luh Kenten tidak berani untuk memuka mata dan menatap Luh Sekar menari”. (hal: 42).
·      Senang
“Ketika Luh Sari pulang dari sekolah dan membawa banyak hadiah karena menang lomba membaca cepat, dan ia senang sekali”.(hal: 1), “Ketika Putu Sarma mengatakan bahwa Telaga masih tetap cantik dan Telaga merasa bahagia mendengar kata-kata itu”. (hal: 156).












BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Dari keseluruhan pembahasan yang dibahas dapat disimpulkan bahwa di dalam sebuah sastra itu kita bisa menafsirkannya tidak terbatas hanya dari bahasannya tetapi juga fokus kepada struktur penceritaannya, penokohannya, dan bahkan juga pusat pengisahannya (Pradopo, 2002: 39).[13] Sastra Indonesia dapat dikatakan sebagai Sastra berbahasa Indonesia, sedangkan hasilnya adalah sekian banyak puisi, cerita pendek, novel, roman, dan naskah drama berbahasa Indonesia dan banyak pendapat yang mengatakan bahwa Sastra Indonesia adalah keseluruhan sastra yang berkembang di Indonesia selama ini. Novel merupakan salah satu hasil karya sastra yang memiliki unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Novel itu merupakan salah satu jenis karya sastra prosa yang mengungkapkan sesuatu secara luas mengenai berbagai kejadian di dalam kehidupan yang dialami oleh tokoh cerita merupakan gejala kejiwaan

B.  Saran
Kepada mahasiswa agar dapat memahami isi dari makalah ini dan dapat dijadikan informasi atau ilmu yang sangat bermanfaat. Sedangkan pada dosen pembimbing mata kuliah ini agar dapat menjelaskan materi dari “Analisis Struktur Novel”. Kami anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran kembali.




10
 
 
DAFTAR PUSTAKA


Budianta, Melani dkk. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera. 2003.
Juhara, Erwan dkk. 2007. Cendikia Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia. Jakarta : PT. Setia Purna.
Kurniawan, Heru. Sastra Anak. Yogyakarta: Garaha Ilmu. 2009.
K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Teeuw, A. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia 1984.

Toda .N,  Dami. Apakah Sastra?. Magelang: Indonesia Tera. 2005.
Zaidan Abdul Rozak, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007.









[1] Melani Budianta, dkk. Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), hal.19.
[2] Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 11.
[3] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hal. 7.
[4] A. Teeuw, Membaca dan Menilai Sastra, (Jakarta: Gramedia, 1984).
[5] Erwan Juhara, dkk, Cendikia Berbahasa, Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta : PT. Setia Purna, 2007), h.165
[6] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 113.
[7] Inciting Forces menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks.
[8] Abdul Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 206.
[9] Dami.N.Toda, Apakah Sastra?, (Magelang: Indonesia Tera, 2005), hal 122.
[10] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 216.
[11] Abdul Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 118.
[13] Heru Kurniawan, Sastra Anak, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal 14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar