ANALISIS
STRUKTUR NOVEL
Tugas Makalah Ini Dibuat Untuk
Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah
Telaah Novel I
Telaah Novel I
Dosen: Ita Rodiah S.S, M.Hum
Disusun Oleh :
Lilik Setiawan
Mala Nopita Sari
Nur Komariah
Mala Nopita Sari
Nur Komariah
UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
2012
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya dan makalah ini berjudul “Analisis
Struktur Novel”.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pamulang,
Oktober 2012
Penulis
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah.......................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Definisi
Alur .............................................................................. 3
B. Pengertian
Tokoh........................................................................ 5
C. Definisi
Latar.............................................................................. 7
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................... 10
B. Saran........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB
I
PENDAHULUAN
C. Latar Belakang
Sastra
dapat diartikan sebagai tulisan, karangan, bahasa atau kata-kata yang memiliki
nilai estetika atau keindahan. Beberapa fungsi sastra diantaranya adalah
menghibur dan bermanfaat. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan,
memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun
kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Sehingga dapat
meracuni tanpa kita sadari. Sebagaian orang selalu menjadikan karya sastra
sebagai sarana untuk menyampaikan pesan tentang apa-apa yang terjadi pada
masanya. Menurut Yudiono K.S. (2007:27) “Dalam hal sastra, sebuah karya sastra
dapat diterangkan atau di telaah secara tuntas apabila di ketahui asal usulnya
yang bersumber pada riwayat hidup pengarang dan zaman yang melingkupinya”.[1]
Secara
sederhana pula Sastra Indonesia dapat dikatakan sebagai Sastra berbahasa
Indonesia, sedangkan hasilnya adalah sekian banyak puisi, cerita pendek, novel,
roman, dan naskah drama berbahasa Indonesia dan banyak pendapat yang mengatakan
bahwa Sastra Indonesia adalah keseluruhan sastra yang berkembang di Indonesia
selama ini. Dalam konteks wilayah pertumbuhan dan perkembangannya secara
nasional, berbagai sastra daerah dapat disebut juga Sastra Indonesia dengan pengertian
sastra milik bangsa Indonesia. Apabila dihubungkan dengan usaha mewujudkan
kebudayaan nasional, jelaslah bahwa sastra daerah itu merupakan unsur
kebudayaan nasional. Hal ini telah dibahas dalam Seminar Pengembangan Sastra
Daerah di Jakarta, 13-17 Oktober 1975.[2]
|
Novel
sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan
pandangan untuk menyikapi hidup secara imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena
persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan
kemanusiaan. Novel itu merupakan salah satu jenis karya sastra prosa yang
mengungkapkan sesuatu secara luas mengenai berbagai kejadian di dalam kehidupan
yang dialami oleh tokoh cerita merupakan gejala kejiwaan.[4]
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
definisi mengenai alur ?
2. Apa
pengertian tokoh dan penokohan ?
3. Bagaimana
definisi Latar ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi Alur
Alur
atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita.[5] Stanton
(1965:14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny
(1966:14) juga mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat.[6]
Di
dalam sebuah cerita terdapat Peristiwa-Peristiwa penting dan juga peristiwa
tidak penting namun diantara keduanya saling melengkapi untuk menjadikan kisah
itu menarik. Berikut adalah diagram struktur plot :
Klimaks
Inciting
Forces[7] Pemecahan
Awal Tengah Akhir
|
Plot
juga dapat dibedakan menjadi lima tahapan :
(a) Tahap
penyituasian
Tahap yang
terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
Misalkan dalam novel Tarian Bumi Karya
Oka Rusmini ini adalah novel yang
bercerita tentang kehidupan masyarakat Bali yang di mana sangat kental dengan
nilai-nilai adat dan juga kasta. Tokoh-tokoh yang digambarkannya adalah Luh
Sekar (Jero Kenanga), Ida Ayu Telaga Pidada, Luh Sari, Wayan Sasmitha, Ida Ayu
Sagra Pidada, Ida Bagus Ngurah Pidada, dan Ida Bagus Tugur.
(b) Tahap
pemunculan konflik
Masalah-masalah
dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Dalam novel Tarian Bumi ini konflik yang
muncul ini berawal dari ketidaksukaan (kesirikan) Sadri terhadap Telaga karna
Telaga adalah seorang putri bangsawan yang sangat cantik (hal:6). Dan juga
konflik antara Ida Ayu Sagra Pidada (Nenek Telaga) yang tidak menerima
kehadiran Sekar (menantunya) dan dia selalu merendahkan derajat Sekar yang
seorang sudra (hal:13).
(c) Tahap
peningkatan konflik
Konflik yang
telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan telah
dikembangkan . Konflik yang meningkat
terjadi pada saat Wayan dan Telaga meminta restu kepada Luh Gumbreng (Ibu
Wayan) untuk menikah, tetapi Luh Gumbreng sangat tidak setuju dan sangat marah,
dia tidak ingin memiliki menantu seorang Ida Ayu Telaga Pidada. Baginya jika
anaknya menikah dengan seorang bangsawan hanya akan mandapatkan cemoohan dari
masyarakat dan akan mendatangkan bencana dan kesialan (hal:136).
(d) Tahap
klimaks
Konflik atau
pertentangan yang terjadi kepada para tokoh mencapai titik puncak. Konflik puncak ini terjadi setelah Telaga
menikah dengan Wayan. Hidup Telaga memang sudah sangat berubah, dia rela
meninggalkan kehidupan mewahnya hanya untuk menikah dengan Wayan, terlebih lagi
dia harus tinggal bersama mertua dan adik iparnya (Luh Sadri). Kedua wanita itu
sangat tidak menyukai Telaga, setiap hari Telaga harus menerima cemoohan dan
perlakuan yang tidak baik kepada dirinya (hal: 146-148).
(e) Tahap
penyelesaian
Konflik yang
telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan di kendorkan. Tahap penyelesaian ini terdapat pada saat
Luh Gumbreng meminta Telaga untuk melakukan upacara patiwangi yaitu upacara
pelepasan gelar bangsawan (Ida Ayu) karena bagi Luh Gumbreng sebelum Telaga
melepas nama Ida Ayu menjadi Luh akan selalu mendatangkan kesialan bagi
keluarganya. Dan akhirnya Telaga datang ke rumahnya untuk meminta izin kepada
ibunya untuk pamit kepada leluhur di griya, tetapi ibunya menolak bertemu
dengannya tetapi upacara itu tetap dilaksanakan berasama dengan kakeknya (hal:
164 &168). Setelah upacara selesai Telaga pun menjelmakan dirinya menjadi
perempuan baru. Perempuan Sudra (hal : 175).
B. Pengertian Tokoh
Tokoh
adalah orang yang memainkan peran dalam karya sastra dan penokohan adalah
proses penampilan tokoh dengan pemberi watak, sifat atau kebiasaan tokoh suatu
cerita.[8]
Penokohan juga dapat diartikan sebagai gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Peranan dan fungsi tokoh menurut teori
umum tentang novel, cerpen, dan drama sangat penting untuk memahami seluk beluk
novel, cerpen dan drama tersebut (Laurenson dan Swingewood, 1972 : 1993).[9]
Penokohan
mancakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan
dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang
jelas kepada pembaca. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang
tokoh dapat dikatagorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
1)
Tokoh Utama
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.
2)
Tokoh Protagonis
adalah tokoh yang dimana hampir semua pembaca menyukai tokoh ini karna memiliki
nilai-nilai yang baik.
3)
Tokoh Antagonis
adalah tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita.
4)
Tokoh Sederhana
adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat
watak yang tertentu saja.
5)
Tokoh
Bulat (Kompleks) adalah tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
6)
Tokoh Statis adalah
tokoh yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang sejak
awal sampai akhir cerita.
7)
Tokoh Berkembang
adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan berkembang perwatakan sejalan
dengan perkembangan serta perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
8)
Tokoh Tipikal
adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih
banyak ditonjolkan kualitas pekerja atau kebangsaan. Tokoh ini merupakan
penggambaran pencerminan atau penunjukkan terhadap orang atau sekelompok orang
yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari
lembaga yang ada di dunia nyata.
9)
Tokoh Netral adalah
tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar
merupakan imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
10)
Tokoh Tambahan adalah
tokoh lain dalam cerita selain tokoh utama.
C. Definisi Latar
Latar
atau setting yang disebut juga sebagai
landas tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981 :175).[10] Latar
adalah waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra.[11]
Senada dengan pendapat diatas menyatakan bahwa setting merupakan sesuatu yang
membantu kejelasan jalan cerita. Setting ini meliputi waktu, tempat, sosial dan
budaya. Latar juga memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini
penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Menciptakan suasana
tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.[12]
Unsur
Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan
suasana. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang
berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
a)
Latar
Tempat
Latar tempat
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
Contoh dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka
Rusmini :
· Denpasar, Bali
· Rumah
“Tidak
ada orang di rumah ini yang bisa meredam nenek”.(hal:18), “Setiap pulang ke
rumah asalnya, Sekar harus berubah sikap”.(hal:56), “Dalam rumah besar dengan
perlengkapan mewah ini Telaga selalu merasa sunyi”. (hal: 64)
· Pura
“Kamu
jangan bicara ngawur, Sekar. Ini di pura, aku takut para dewa mendengar
pernyataanmu”.(hal:22), “Untuk apa kau ke pura malam-malam.” (hal: 39)
b)
Latar
Waktu
Latar waktu berhubungan
dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Contohnya :
· Pagi
"Sampai
pagi Sadri tak bisa memejamkan mata”.(hal: 8), “Suatu pagi utusan dari rumah
ibu datang mengabarkan”.(hal: 62).
· Siang
“Kapan
kau punya waktu kosong”, “Biasanya Siang hari”. (hal: 114)
·
Sore
“Telaga
harus belajar menari setiap sore hari”. (hal: 75)
· Malam
“Untuk
apa kau ke pura malam-malam”.(hal: 39), “ Suatu malam perempuan tua itu datang
ke kamar Sekar”. (hal: 52)
· 30 September
“Telaga
mendapatkan sebuah permainan baru. Dia Lahir (Luh Sari)”.
(hal: 151).
c)
Latar
Suasana
Latar suasana
menceritakan bagaimana kondisi tokoh atau sekita kejadian yang terdapat di
dalam sebuah cerita. Contohnya :
· Sedih
“
Hanya ada suara tangisan Ibu, tangisan seorang perempuan sudra, perempuan yang
tidak bisa berbuat apa-apa ketika harus berhadapan dengan perempuan
senior”.(hal:12), “Untuk apa air matamu? Simpanlah baik-baik. Tidak ada
gunanya. Tidak bisa menghidupkan kembali tubuh anakku. Kelak air mata itu akan
kau perlukan untuk sebuah peristiwa besar yang lain”. (hal: 20)
· Tegang
“Ketika
Telaga dan Wayan meminta restu kepada Luh Gumbreng (Ibu Wayan) dan seketika itu
pula Luh Gumbreng marah”. (hal: 136).
· Tenang
“Telaga
ingin bicara dengan perempuan tua yang melahirkan Ayah. Bicara dari hati ke
hati”,(hal:63), “Ibu Telga memberikan nasihat kepada Telaga untuk menjadi
seorang wanita bangsawan”. (hal: 68)
· Gelisah
“Terjadi
disaat Luh Sekar menari telanjang (tanpa busana) dihadapan Luh Kenten, dan Luh
Kenten tidak berani untuk memuka mata dan menatap Luh Sekar menari”. (hal: 42).
· Senang
“Ketika
Luh Sari pulang dari sekolah dan membawa banyak hadiah karena menang lomba
membaca cepat, dan ia senang sekali”.(hal: 1), “Ketika Putu Sarma mengatakan
bahwa Telaga masih tetap cantik dan Telaga merasa bahagia mendengar kata-kata
itu”. (hal: 156).
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
keseluruhan pembahasan yang dibahas dapat disimpulkan bahwa di dalam sebuah
sastra itu kita bisa menafsirkannya tidak terbatas hanya dari bahasannya tetapi
juga fokus kepada struktur penceritaannya, penokohannya, dan bahkan juga pusat
pengisahannya (Pradopo, 2002: 39).[13]
Sastra Indonesia dapat dikatakan sebagai Sastra berbahasa Indonesia, sedangkan
hasilnya adalah sekian banyak puisi, cerita pendek, novel, roman, dan naskah
drama berbahasa Indonesia dan banyak pendapat yang mengatakan bahwa Sastra
Indonesia adalah keseluruhan sastra yang berkembang di Indonesia selama ini.
Novel merupakan salah satu hasil karya sastra yang memiliki unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Novel itu merupakan salah satu jenis karya sastra
prosa yang mengungkapkan sesuatu secara luas mengenai berbagai kejadian di
dalam kehidupan yang dialami oleh tokoh cerita merupakan gejala kejiwaan
B. Saran
Kepada
mahasiswa agar dapat memahami isi dari makalah ini dan dapat dijadikan
informasi atau ilmu yang sangat bermanfaat. Sedangkan pada dosen pembimbing
mata kuliah ini agar dapat menjelaskan materi dari “Analisis Struktur Novel”.
Kami anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran kembali.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Budianta, Melani dkk. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia
Tera. 2003.
Juhara, Erwan dkk. 2007. Cendikia Berbahasa Indonesia dan Sastra
Indonesia. Jakarta : PT. Setia Purna.
Kurniawan, Heru. Sastra Anak.
Yogyakarta: Garaha Ilmu. 2009.
K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 2005.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Teeuw,
A. Membaca dan Menilai Sastra.
Jakarta: Gramedia 1984.
Toda .N,
Dami. Apakah Sastra?.
Magelang: Indonesia Tera. 2005.
Zaidan Abdul Rozak, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007.
[1]
Melani Budianta, dkk. Membaca Sastra,
(Magelang: Indonesia Tera, 2003), hal.19.
[2]
Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra
Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 11.
[3]
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra,
(Jakarta: Grasindo, 2008), hal. 7.
[4]
A. Teeuw, Membaca dan Menilai Sastra,
(Jakarta: Gramedia, 1984).
[5]
Erwan Juhara, dkk, Cendikia Berbahasa,
Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta : PT. Setia Purna, 2007), h.165
[6]
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian
Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 113.
[7]
Inciting Forces menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik
sehingga akhirnya mencapai klimaks.
[8] Abdul
Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 206.
[9]
Dami.N.Toda, Apakah Sastra?,
(Magelang: Indonesia Tera, 2005), hal 122.
[10]
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian
Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 216.
[11] Abdul
Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 118.
[13] Heru
Kurniawan, Sastra Anak, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), hal 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar