Sabtu, 27 April 2013

GAYA DENGAN VARIASI KALIMAT


GAYA DENGAN VARIASI KALIMAT

Tugas Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah
Pengantar Jurnalistik
 








Disusun Oleh  :
Mala Nopita Sari
(2011070012)
Maria Ulfa
(200110700
55)

FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PAMULANG
2012
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya makalah pengantar jurnalistik ini berjudul “Gaya Dengan Variasi Kalimat”.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.


                    


Pamulang, Oktober 2012


Penulis
ii
 
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang ................................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Bergaya Dengan Variasi Kalimat ................................................ 3
B.     Penggunaan Gaya Bahasa dalam Jurnalistik ............................... 5

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan ...................................................................................... 9
B.     Saran............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 10




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara harfiah (etimologis) kata jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau pemberitaan. Kata dasarnya adalah “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journaistiek artinya penyiaran catatan harian.[1]
                Akan tetapi jika, jika dilihat secara lebih mendalam lagi, utamanya jika diteliti dari sisi asal-usul kata atau dari sudut etimologisnya, dalam bahasa Yunani terdapat istilah de jour yang artinya “hari ini”. Jadi sosok bahasa di dalam ragam jurnalistik atau bahasa pers sesungguhnya menunjuk pada bahasa yang dipakai untuk menyampaikan sosok fakta, sosok laporan, sosok berita, sosok tulisan yang terjadi terkini atau baru terjadi, yaitu fakta yang memang tejadi pada hari ini, bahkan pada saat sekarang ini.[2]
1
Menurut Wojowasito (Via Anwar, 1984:1), bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok. Anton M. Moeliono (1994), yang konsultan Pusat Bahasa pun mengatakan bahwa bahasa jurnalistik tergolong ragam bahasa baku. Atau menurut Jus Badudu (1992:62), bahasa jurnalistik itu harus sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif. Bahasa yang sederhana dan mudah dipahami menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah dimengerti pemakai bahasa umum. Bahasanya teratur berarti setiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai kaidah. Efektif, bahasa pers haruslah tidak bertele-tele, tetapi tidak juga terlalu berhemat sehingga maknanya menjadi kabur.[3]
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Bahasa yang digunakan para penulis dan jurnalistik bisa sama saja, tetapi gayanya pasti berlainan. Seorang jurnalis pada dasarnya penulis, tetapi seorang penulis belum tentu seorang jurnalis. Seorang jurnalis berkualitas dituntut tidak saja menguasai teknik jurnalistik seperti aspek-aspek peliputan tetapi juga disaratkan menguasai aspek-aspek penulisan. Setiap penulis atau jurnalis, pasti memiliki gaya bahasa masing-masing. Gaya bahasa itulah yang membedakan dirinya dengan penulis atau jurnalis yang lain. Seorang penulis atau jurnalis dikenal oleh masyarakat luas, antara lain dari bahasa yang digunakan dalam karya-karyanya.[4]
Lewat pers kita mengenal anjuran untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, namun tidak semua pers juga menggunakan bahasa yang baik dan benar. Pers juga sering menyimpang dari kaidah bahasa yang sudah ditetapkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasiona. Media massa juga sering menggunakan istilah yang salah kaprah, salah satu contoh yang sering digunakan adalah bahasa gado-gado yaitu pencampuran adukan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris.[5]

B.     Rumusan Masalah
1)   Apa saja variasi kalimat dalam media massa ?
2)   Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa dalam jurnalistik ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Bergaya Dengan Variasi Kalimat
Bahasa jurnalistik (bahasa pers atau bahasa koran atau juga bahasa media massa) hanyalah salah satu variasi bahasa. Namun variasi itu merupakan suatu perubahan keadaan yang tidak mengubah sifat aslinya. Bahasa jurnalistik merupakan satu variasi bahasa yang tetap berinduk pasa Bahasa Indonesia. Tetap terikat pada sifat, adat, dan kaidah bahasa baku, baik tata bahasanya, istilah, maupun ejaan Bahasa Indonesia.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa seseorang membaca surat kabar pada umumnya tidak pernah sampai lebih dari 30 menit. Dalam waktu sesingkat itu pembaca harus dapat menangkap maksud yang ditulis di koran dan media massa lainnya. Media cetak halamannya terbatas dan media elektronik waktunya sempit. Karena penulisan media massa harus jelas, lugas, logis, singkat padat, sederhana atau komunikatif, efektif, efisien, sehingga dalam penulisan dianjurkan menggunakan kalimat yang mudah ditangkap oleh pembaca. Dalam penulisan berita, membaca kalimat supata tidak berkepanjangan pilihan katanya haruslah tepat, hindarkan penulisan angka Romawi yang sulit dibaca, lalu tulisan kepanjangan akronim atau singkatan serta hindarkan pemakaian istilah yang belum populer, baik itu istilah Indonesia, asing dan daerah.[6]
Kalimat yang baik menurut Guru Besar Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia, Garys Keraf “harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan, mengandung satu ide pokok.” Sebuah kalimat harus terdiri dari kata, frasa, dan klausa dan perlu dipikirkan penyusunannya setepat mungkin. Sebuah kalimat itu jangan terpaku pada SPOK secara pokok, contohnya :
3
“Kemarin di kantornya di bilangan Klewer Solo, Drs. Columbi Formes, manajer perusahaan penangkaran burung PT Geopellia Striata, mengonfirmasi bahwa sebagian perkutut yang dipesan oleh kelompok pencinta perkutut Filipina sudah dikirimkan menggunakan jasa EMKL Baito Express International akhir bulan lalu.”
Bisa juga keterangan tempat dan keterangan waktu ditempatkan di tengah kalimat, seperti ini :
“Drs. Columbi Formes, manajer perusahaan penangkaran burung PT Geopellia  Striata, kemarin di kantornya di bilangan Klewer Solo, mengonfirmasi bahwa sebagian perkutut yang dipesan oleh kelompok pecinta perkutut Filipina sudah dikirimkan menggunakan jasa EMKL Baito Express International akhir bulan lalu.
Menyusun kata-kata menjadi kalimat jurnalistik tidak harus ketat menuruti urutan subyek, predikat, obyek, keterangan waktu atau tempat (SPOK) beserta tanda-tanda bacanya. Dalam keadaan tertentu kalau perlu kata keterangan justru diawal kalimat kadang juga di tengah kalimat, predikat juga bisa ada di depan kalimat, seperti contoh diatas. Tanda baca yang begitu penting, apalagi yang membuat orang bingung membacanya sebaiknya tidak usah digunakan, contoh : [7]
Kalimat resmi : Prof. Dr.Ir. Cengkiling menampar muka anak buahnya, Marah Ratahu, S.H, S.Pd di kampus dua hari yang lalu.
Kalimat jurnalistik : Prof Dr Ir Cengkiling dua hari yang lalu di kampus menampar muka anak buahnya Marah Ratahu SH SPd.
Seperti itu “Kebebasan” kalimat jurnalistik. Tanda baca bisa dihilangkan dan susunannya tidak ketat seperti SPOK, contoh lainnya adalah :
“Mengakui Maria kurang baik permainannya ketika melawan China di Istora kemarin, Ivana Lie yang menjadi pelatih tunggal putri, merasa puas atas penampilan Silvi dan Frida”. Ini contoh kalimat majemuk yang jika disusun dalam kalimat biasa akan menjadi seperti ini :
“Ivana Lie yang menjadi pelatih tunggal putri mengakui Maria kurang baik permainannya ketika melawan China di Istora kemarin, tetapi ia erasa puas atas penampilan Silvi dan Frida”.
Dengan bentuk pertama sebagai kalimat jurnalistik, terasa gaya yang berbeda di situ, yang bisa membuat pembaca memperoleh variasi. Berita yang tidak jelas justru menambah beban pembaca karena mereka harus menduga-duga, menafsir atau bertanya ke sana kemari untuk mencari kejelasan.[8]


B.  Penggunaan Gaya Bahasa dalam Jurnalistik
Dalam sastra ada yang disebut gaya bahasa. Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakaian bahasa. Tentu saja gaya bahasa yang pantas ditampilkan dalam bahasa berita adalah gaya bahasa yang sudah umum, yang dikenal oleh orang banyak.[9] Kalimat jurnalistik kadang membutuhkan gaya bahasa untuk memberikan penguat pesan dan kesan. Upaya membuat jernih susunan kalimat itu tak bukan agar kesan yang disampaikan wartawan lewat beritannya mudah ditangkap, mudah dimengerti dan mudah dipahami pembaca. Gaya bahasa mungkin juga yang bisa menolong menambah mudah pemahaman atas sebuah kalimat.
Dalam gaya bahasa ada yang bernama gaya bahasa Eufemisme merupakan upaya menampilkan bentuk-bentuk kata yang dianggap memiliki makna yang lebih halus dan lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata Lembaga Permasyarakatan, kata dipecat (dari jabatan, pekerjaan) diganti dengan kata pemutusan hubungan kerja (PHK), kata babu diganti dengan kata pembantu rumah tangga (PRT) atau pramuwisma, dan kata buruh diganti dengan kata tenaga kerja.
Kalimat jurnalistik untuk menyusun sebuah berita ringan, akan lebih bagus menyisipkan disana sini gaya bahas yang menarik. Soft news adalah berita ringan yang daya kejut dan daya cengangnya tidak begitu kuat, maka perlu ditulis dengan gaya bahasa yang menarik untuk menambah agar pembaca tidak membuang berita ini. Akan tetapi, kadang dalam berita biasa (hard news) gaya bahasa dapat digunakan untuk memberi kesan atau suasana tertentu.
1.    Gaya Bahasa Perumpamaan
a)   Metafora
Gaya bahasa metafora merupakan pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Metafora tersusun singkat, padat, rapi, dan mirip dengan ungkapan. Jurnalis menggunakan metafora secara fungsional dan variatif pada artikel, karikatur, dan feature. Contoh : “pengunjuk rasa tiba-tiba menduduki pelabuhan”. Kata menduduki pelabuhan merupakan gaya bahasa metafora karena menduduki pelabuhan bukan makna sebenarnya, melainkan makna kiasan. Maknanya sebenarnya adalah menguasai pelabuhan.
b)   Asosiasi
 Gaya bahasa asosiasi adalah gaya bahasa yang menguatkan suatu keadaan. Misalkan, seorang remaja yang nyaris terserempet mobil di jalan depan sekolahnya dituliskan dengan kalimat “Anak itu mukannya pucat bagai mayat saking takut dan kagetnya”. “Seseorang yang amat perasa dikatakan hatinya selembut sutra” kedua contoh itu merupakan penggambaran adalah gaya bahasa asosiasi seperti muka pucat dan selembut sutra.
c)    Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati bisa bersikap dan berbuat bagaimana manusia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, halaman 864). Para jurnalis biasanya menggunakan gaya bahasa ini pada artikel, karikatur, laporan perjalanan. Misalnya “Kampanye itu tak juga dihentikan walau hujan mengguyur lapangan dan geledek menyambar-nyambar”. Hujan digambarkan seperti manusia, bisa mengguyur padahal hujan itu hanya turun dari langit, bukan sengaja mengguyur atau menyiram tanah. Judul berita head line “Jeruk Malaysia Hantam Jeruk Pontianak”. Dalam judul ini kata menghantam laiknya orang galak yang sedang memukul ke kepala lawannya.[10]
d)  Antisipasi
 Kata antisipasi berarti mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Dalam jurnalistik, pemakaian gaya bahasa ini banyak ditemukan dalam berita olahraga karena menampilkan berita sebelum, selama, dan sesudah pertandingan. “Masih enam bulan lagi Piala Dunia 2011 digelar, tetapi Italia sudah berlatih habis-habisa”.[11]

2)   Gaya bahasa Pertentangan
a)    Hieperbola
Hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukuranya atau sifatnya, dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Meskipun  demikian, dalam kaitannya dengan jurnalistik, jurnalis tetap harus bersikap objektif, akurat dan berimbang karena jika tidak, maka bukan informasi akurat yang akan didapat khalayak melainkan penjelasan yang menyesatkan. Contoh : Jakarta nyaris tenggelam dilanda banjir.
b)   Litotes
 Litotes adalah majas yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Gaya bahasa ini mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, atau kebalikan dari hiperbola. Dalam jurnalistik, jurnalis harus hati-hati terhadap gaya bahasa ini karena narasumber yang menggunakan gaya bahasa ini biasanya orang-orang sukses yang luhur budinya dan tetap bersikap rendah hati. Contoh : jika ada waktu singgahlah di gubuk saya (padahal rumahnya seperti istana).
c)    Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok atau menyindir seseorang. Dalam jurnalistik, gaya bahasa ini biasanya digunakan untuk kontrol sosial media massa terhadap pemerintah sesuai amanat undang-undang. Contoh : meski sedang diadili dalam perkara korupsi, ia tetap mencalonkan diri menjadi gubernur.
d)   Sinisme
Sinisme adalah jenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dalam jurnalistik gaya bahasa ini digunakan untuk menyajikan karya yang korektif yang dituangan dalam tajuk rencana, artikel, dan kolom. Contoh : apa yang tidak bisa Anda beli? Jangankan mobil dan rumah mewah, istri orang lain pun Anda sikat. Bahkan Negara ini besok lusa akan jadi milik anda.
e) Sarkasme
Sarkasme adalah jenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedis dan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Dalam jurnalistik, dilarang menggunakan gaya bahasa ini. Contoh : keempat pemerkosa yang sikap dan perilakunya sama seperti anjing ini sangat pantas dihukum mati.












BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok. Bahasa jurnalistik itu harus sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif dan juga mengandung bahasa yang sederhana dan mudah dipahami menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah dimengerti pemakai bahasa umum. Bahasanya teratur berarti setiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai kaidah. Efektif, bahasa pers haruslah tidak bertele-tele, tetapi tidak juga terlalu berhemat sehingga maknanya menjadi kabur.
Lewat pers kita mengenal anjuran untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, namun tidak semua pers juga menggunakan bahasa yang baik dan benar. Pers juga sering menyimpang dari kaidah bahasa yang sudah ditetapkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasiona. Media massa juga sering menggunakan istilah yang salah kaprah, salah satu contoh yang sering digunakan adalah bahasa gado-gado yaitu pencampuran adukan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris.[12]

B.  Saran
9
Dalam makalah ini kami berharap agar seluruh mahasiswa dapat memahami isi dari makalah ini dan dapat dijadikan informasi atau ilmu yang sangat bermanfaat. Sedangkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini agar dapat menjelaskan materi dari “Gaya Dengan Variasi Kalimat”. Kami anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Airitandromeda. Pengertian-jurnalistik-ragam-definisi. http://airitandromeda.blogspot.com. diakses pada 22 Juni 2012. 11:52.
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewabrata, A.M. 2005. Kalimat Jurnalistik Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Buku Kompas.
Krsnaalexander. Analisis-gaya-bahasa-perbandingan. http://krsnaalexander.blogspot.com. diakses pada 01 Juni 2012. 20.00
Menjadihebat. Pengertian-jurnalistik-ragam-definisi. http://menjadihebat.blogspot.com. diakses pada 08 Mei 2011. 16.00
Merdeka. Bahasa-jurnalistik-hanyalah-salah-satu-variasi-bahasa65wrjvu. http://www.merdeka.com. diakses pada 30 Desember 2011. 10:54.
Rahardi, R. Kunjana. 2011. Bahasa Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta: C.V Andi Offset.






[2] R. Kunjana Rahardi, Bahasa Jurnalistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal, 5.
[3] Tri Adi Sarwoko, Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik, (Yogyakarta : C.V Andi Offset, 2007), hal, 1.
[7]  A.M. Dewabrata, “Kalimat Jurnalistik Mencermati Penulisan Berita”, (Jakarta: Buku Kompas, 2010), hal 40.
[8] Ibid hal 29.
[9] Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 87.
[10] A.M. Dewabrata, “Kalimat Jurnalistik Mencermati Penulisan Berita”, (Jakarta: Buku Kompas, 2010), hal 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar