SASTRA LISAN
ADAT ISTIADAT DALAM SUNDA
Tugas
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah Sastra Lisan
Dosen
: Nai Mau Mastinus
Di Susun Oleh:
Malla
Nopita Sari
Noerma
Ningsih
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PAMULANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya makalah Sastra Lisan ini berjudul “Adat
Istiadat Dalam Sunda”.
Saya
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pamulang,
April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra lisan merupakan
karya sastra yang dapat kita temukan dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan
karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-memurun
dalam bentuk lisan. Dalam hal ini, sastra lisan dapat disebut sebagai folklore.
Folk merupakan sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki ciri-ciri dan
budaya yang sama. Sedangkan lore merupakan sebagian kebudayaan masyarakat yang
disampaikan secara turun-menurun dalam bentuk lisan. Jdi, folklore atau sastra
lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu
yang diperoleh secara turun-menurun dari mulut ke mulut secara lisan.
Masyarakat Indonesia merupakan
suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek
kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat
dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa
kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indonesia. Tidak ada satu masyarakatpun yang tidak
memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa
adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan
masyarakat. Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural
maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku
bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda- beda.
Suku Sunda
merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku
bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya
dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian
dan lain sebagainya. Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah
satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah
Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu
pengetahuan bagi kita.
Suku Sunda adalah
kelompok etnis yang
berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yang
mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Lampung. Suku Sunda
merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia
merupakan orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, akan tetapi ada juga sebagian
kecil yang beragama kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan/Jati Sunda. Agama Sunda Wiwitan masih
bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan
masyarakat suku Baduy di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan dapat
dikategorikan sebagai suku Sunda.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
suku sunda itu ?
2. Menganut
agama apakah mayoritas suku sunda ?
3. Apa
saja kebudayaan yang ada dalam suku sunda ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Sunda
Suku
Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes
(mencakup wilayah administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI
Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah.
Jawa
Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kerana
letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa
yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah
Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku
Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak
mendiami daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan
Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung,
Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai
hampir di seluruh daerah Jawa Barat.
Kebudayaan
Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa
Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
2. Sistem
Kepercayaan
Hampir semua
orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam,
diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang
beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Selatan. Praktek-praktek sinkretisme
dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang sunda
ditunjukkan untuk memelihara kelestarian alam semesta. Keseimbangan magis
dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial
dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).
Hal yang
menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung, salah
satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang
Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diri-Nya ke dalam dunia untuk
memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin
bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
b.
Mata Pencaharian
Suku
Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atauhidup
berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah
hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember
1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa
Barat disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan
adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.
c.
Sistem Kekerabatan
Sistem
keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak
ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala
keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam
suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk
menunjukkan hubungan kekerabatan.
Dicontohkannya,
pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak,
incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg,
kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek,
anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung
serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan
seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah
(salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah
dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis
keturunan.
d.
Bahasa
Bahasa
yang digunakan oleh suku ini adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda adalah bahasa
yang diciptakan dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan
sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain
itu bahasa Sunda merupakan bagian dari budaya yang memberi karakter yang khas
sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku dari beberapa Suku
yang ada di Indonesia.
e.
Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Masalah
pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang
berkembang baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah
Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan
bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintahan.
Visi
Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi
Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010” merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama
seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.
Pembangunan
pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan fundamental untuk
mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan
pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, mengingat secara hakiki
upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak akan
menjadi pelaku pembangunan. Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa
mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini,
masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku Sunda memiliki potensi, budaya dan
karakteristik tersendiri.
Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah
diakui memiliki makna mendalam adalah cageur, bageur, bener, pinter, tur
singer. Dalam kaitan ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam
mengimplementasikan setiap rencana pembangunan, termasuk di bidang pendidikan.
Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik,
sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur, amanah, penyayang dan
takwa. Pinter, memiliki ilmu pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif.
Sebagai sebuah
upaya mewujudkan pembangunan pendidikan berfalsafahkan cageur, bageur, bener,
pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan social cultural heritage
approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif masyarakat
dalam menyukseskan program pembangunan pendidikan yang digulirkan pemerintah.
f.
Adat Istiadat Upacara Adat Perkawinan Suku Sunda
Adat
Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta
pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian
acaranya dapat dilihat sebagai berikut :
A.
Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang
tua atau utusan pihak pria yang berminat mempersunting seorang gadis.
B. Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon
pengantin beserta keluarga dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai
pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat
pakaian wanita sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus
dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan
keabadian.
C.
Tunangan. Dilakukan ???patuker beubeur
tameuh???, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si
gadis.
D.
Seserahan (3 - 7 hari sebelum
pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga,
perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
E.
Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk
seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad
nikah.) Dipimpin pengeuyeuk.
1.
Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada
kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda
yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
2.
Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk
3.
Disawer beras, agar hidup sejahtera.
4.
dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat
bekerja.
5.
Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan
dibina masih bersih dan belum ternoda.
6.
Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna
agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
7.
Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin
pria).
F.
Membuat lungkun. Dua lembar sirih
bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan
benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar
kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan
handai taulan.
G. Berebut uang di bawah tikar sambil
disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
H. Upacara Prosesi Pernikahan
1.
Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
2.
Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga
melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
3.
Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat
nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan
di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang
berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai
akan menandatangani surat nikah.
4.
Sungkeman,
5.
Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
6.
Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer
dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua
pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke
atas payung.
7.
Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat
disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin
pria.
8.
Nincak endog, pengantin pria menginjak
telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap
pengantin wanita. Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya
jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat
syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
G.
Masalah Sosial Dalam Masyarakat Suku Sunda
Kebudayaan
Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua.
Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda
sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam
hal pengenalan terhadap budaya tulis. “Kegemilangan” kebudayaan Sunda di masa
lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam
perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang
dinamakan kebudayaan Sunda.
Dalam
perkembangannya kebudayaan Sunda kini seperti sedang kehilangan ruhnya
kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang,
serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama
dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari
luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan.
Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan
dengan tantangan dari luar.
Akibatnya,
tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda
yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda
yang merupakan bahasa komunitas orang Sunda tampak semakin jarang digunakan
oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih
memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari
terkadang diidentikkan dengan “keterbelakangan”, untuk tidak mengatakan
primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada orang Sunda untuk menggunakan
bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi” ini
terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang
bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau
berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.
Adanya
kondisi yang menunjukkan lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda
disebabkan karena ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda
serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat) di
kalangan komunitas Sunda. Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan
tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya
???pegangan bersama??? yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan
prinsip-prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara
lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Apalagi jika kita menengok sekarang ini kebudayaan
Sunda dihadapkan pada pengaruh budaya luar. Jika kita tidak pandai- pandai
dalam memanajemen masuknya budaya luar maka kebudayaan Sunda ini lama kelamaan
akan luntur bersama waktu.
Berbagai
unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan,
bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak
tidak mendapat sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai makanan
tradisional yang dimiliki orang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi,
colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu,
apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih
bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas.
Lemahnya
budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya
hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan
lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak
langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa
Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya
tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh orang
Sunda.
H. Sistem Interaksi Dalam Suku
Sunda
Jalinan
hubungan antara individu- individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan
sehari- hari berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda mempunyai sifat
someah hade ka semah. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah surut
berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya. Lebih
jauh lagi, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum
pendatang. Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa orang Sunda mempunyai
sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang dan tamu.
Diakui
pula oleh etnik lainnya di negeri ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda
memang telah menjalin hubungan yang harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang
dan mukimin. Hal ini ditandai oleh hubungan mendalam penuh empati dan
persahabatan Tidaklah mengherankan bahwa persahabatan, saling pengertian, dan
bahkan persaudaraan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara warga
Sunda dan kaum pendatang. Hubungan urang Sunda dengan kaum pendatang dari
berbagai etnik dalam konteks apa pun-keseharian, pendidikan, bisnis, politik,
dan sebagainya-dilakukan melalui komunikasi yang efektif.
Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kesalahpahaman dan konflik antarbudaya
antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Yang menjadi penyebab utamanya adalah komunikasi dari
posisi-posisi yang terpolarisasikan, yakni ketidakmampuan untuk memercayai atau
secara serius menganggap pandangan sendiri salah dan pendapat orang lain benar.
Perkenalan
pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya dan ragam bahasa (termasuk logat
bicara), cara bicara (paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara
menyapa, cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut
memengaruhi berhasil tidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada
akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati orang Sunda, sebenarnya
masih sangat kental sehingga halini menjadi penunjang di dalamterjalinnya
system interaksi yang berjalan harmonis.
BAB
III
PENUTUP
A. simpulan
Suku
Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda memiliki
karakteristik unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain.
Kekarakteristikannya itu tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari
segi agama, bahasa, kesenian, adat istiadat, mata pencaharian, dan lain
sebagainya.
Kebudayaan
yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan membuat makalah
suku Sunda ini diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan
suku Sunda tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada
kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.
B.
Saran
Kita sebagai
masyarakat Indonesia yang mencintai bahasa daerah kita sendiri, sebisa mungkin
kita harus selalu menjaganya dengan baik dan selalu mengenalkan bahasa-bahasa
tersebut kepada daerah lain agar meraka tahu bahwa ada budaya yang menarik
yaitu budaya “Sunda”.
Bahasa yang
digunakan pun jangan sampai hilang dengan adanya kebudayaan asing yang masuk
kepada daerah dan budayakan kita, lestarikan selalu selalu budaya-budaya,
bahasa-bahasa, dan kesenian yang ada dalam sunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar