MAKALAH PENALARAN MORAL
KELOMPOK
10
Tugas
Untuk
Memenuhi Salah Satu Nilai Pengetahuan Lintas Budaya
Di
Susun Oleh :
Mala
Nopita Sari
Nurma
Ningsih
Ika
Susilarini
UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya dan makalah ini berjudul “Penalaran Moral”.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pohak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pamulang,Februari 2012
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
1.2. Pengetahuan
Penalaran Moral ............................................................. 3
1.3. Teori
Penalaran Moral........................................................................... 4
1.4. Penelitian
Lintas Budaya Tentang Penalaran Moral............................. 6
1.5. Studi
Lintas Budaya Penalaran Moral............................................... .. 9
BAB
III PENUTUP
1.1.
Kesimpulan........................................................................................... 11
1.2.
Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebudayaan
juga memiliki arti sebagai Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termaksud sistem agama
dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaanya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh,budaya bersifat kompleks, abstrak
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Lintas
budaya adalah studi ilmiah tentang prilaku manusia dan proses mantal. Termaksud
variabilitas dan invariant, dibawah kondisi budaya yang beragama melalui
perluasan metedologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam prilaku
bahasa dan makna.
Dengan
demikan dari semua definisi dapat dikatakan bahwa budayalah yang menyediakan
suatu kerangkayang tepat untuk dapat mengorganisasikan aktivitas seseorang
dalam berprilaku dan juga bertutur antara satu daerah dengan daerah lain[1]
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Pengetahuan Penalaran Moral
Moral
dapat diartikan sebagai karakteristik seseorang atau kelompok yang menjadi
pedoman dalam berprilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok
sosial yang bersangkutan. Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores
yang berarti tata cara dalam berkehidupan,adat istiadat dan kebiasaan.Dengan
kata lain (mores) moral adalah kaidah tentang perbuatan dan sikap manusia
yanng baik dan benar.
Penalaran
moral juga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menimbanng
alternativ keputusan dan menentukan kemungkinan arah tidakan yang harus
dilaksanakan dalam menghadapi situasi sosial tertentu, dan tingkat perkembangan
kemampuan tersebut.
Penalaran moral
terjadi juga dengan cara-cara anak memahami dunia mereka semakin lama menjadi
semakin kompleks. Perubahan kognitif ini juga berdampak pada perubahan dan juga
pemahaman mereka dalam penilaian moral.Suatu hal akan menjadi baik atau buruk
dapat berubah dari penafsiran anak kecil tentang hadiah dan hukuman menuju
prinsip-prinsip kebenaran dan kesalahan.
1.2.
Teori
Penalaran Moral
Teori
yang dominan tentang penalaran moral dalam psikologi perkembangan adalah teori
yang diajukan oleh Kohlberg (1976,1984). Teori Kohlberg diasarkan pada
karya-karya Piaget sebelumnya tentang perkembangan kognitif. Teori Kohlberg melihat
bahwa ada tiga tahap umum perkembangan keterampilan penalaran moral.
Selanjutnya, tiap-tiap tahap terbagi lagi kedalam dua tahap, dengan total enam
sub-tahap perkembangan moral. Tahapan perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg Tahapan tersebut
dibuat saat ia belajar psikologi di Universitas Chicago, teori ini berpandangan
bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar-dasar dari prilaku etis, yang
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Kohlberg juga
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilandan perkembangan berlanjut selama dalam kehidupan.
Kholberg
kemudian mengkatogorikan dan menglarifikasi respon yang dimunculkan kedalam
enam tahapan yang berbeda. Keenam tahapan tersebut terbagi ke dalam tiga
tingkatan:
1.
Tingkat
1 (Pra-Konvensional)
Pada tahap ini
seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik
atau buruk, tetapi ia manafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka
maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman
fisik, penghargaan, tukar menukar kebaikan. Kecenderungan utamanya dalam
interaksi dengan orang lain adalah menghindari hukuman atau mencapai
maksimalisasi kenikmatan (hedonistis). Tingkat ini dibagi menjadi 2 tahap :
a.
Orientasi
kepatuhan dan hukuman
Pada tahap ini,
baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan
dialami sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak di perhatikan. Menghindari
hukuman dan kepatuhan terhadap penguasa dinilai baik pada dirinya.
b.
Orientasi
minat pribadi ( Apa untungnya buat saya? )
Pada tahap ini
tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhanya sendiri dengan
memperalat orang lain. Hubungan antara manusia dipandang seperti hubungan
dagang unsur-unsur keterbukaan,kesalinganya dan tukar-menukar merupakan prinsip
tindakan dan hal-hal itu ditafsirkan dengan cara fisik dan pragmatis. Prinsip
kesalinganya adalah “kamu mencakar punggungku dan aku akan ganti mencakar
punggungmu”.
2.
Tingkat
2 (Konvensional)
Pada tingkat ini
seseorang menyadari dirinya sebagai seseorang individu di tengah-tengah
keluarga, masyarakat dan bangsanya. Keluarga, masyarakat, bangsa di nilai
memiliki kebenaranya sendiri, karena jika menyimpang dari kelompok ini akan
terisolisasi. Maka, dari itu kecenderungan orang pada tahap ini adalah
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan
dirinya terhadap kelompok sosialnya, kalau pada tingkat pra-konvensional
perasaan dominan adalah “takut”, pada tingkat ini perasaan dominan adalah
“malu”. Tingkat ini terbagi menjadi 2 tahap :
a.
Orientasi
kerukunan
Pada tahap ini,
orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau
menolong orang-orang lain serta diakui oleh orang-orang lain. Orang cenderung
bertindak menurut harapan-harapan, lingkungan sosilnya yang memuaskan, maka ia
pun harus berperan sesuai dengan harapan-harapan keluarga, masyarakat atau
bangsanya.
b.
Orientasi
ketertiban masyarakat ( Moralitas hukum dan aturan )
Pada tahap ini
tindakan seseorang, didorong oleh keinginanya untuk menjaga tat tertib.
Orientasi seseorang adalah otoritas, peraturan-peraturan yang ketat dan
ketertiban sosial. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi
hukum, menghormati otoritas, dan menjaga tata tertib sosial merupakan tindakan
moral yang baik pada dirinya.
3.
Tingkat
3 (Pasca-Konvensional)
Pada tingkat
ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada,
orang pada tahap ini sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban
dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia,
hukum dapat dirumuskan kembali. Perasaan yang muncul pada tahap ini adalah rasa
bersalah dan yang menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tingkat
ini terbagi menjadi 2 tahap :
a. Orientasi kontrak sosial
Tindak
yang benar pada tahap ini cenderung di tafsirkan sebagai tindakan yang sesuai
dengan kesepakatan umum. Dengan demikian orang ini menyadari relativitas
nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat prosedural. Di samping menekankan
persetujuan demokratis, dan konstitusional tindakan benar juga merupakan
nilai-nilai pendapat pribadi. Akibatnya, orang pada tahapan ini menekankan
pandangan legal tapi juga menekankan kemungkinan mengubah hukum lewat
pertimbangan nasional.
b. Prinsip etika universal (
Principled Conscience )
Pada
tahap ini, orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum, tetapi
juga sebagai pribadi yang harus dihormati. Respect for person adalah nilai pada
tahap ini. Tindakan yang benar adalah tindakan yang berdasarkan keputusan yang
sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal. Prinsip moral ini bersifat
abstrak.
Melalui
tahap-tahap tersebut, seseorang mengarahkan dirinya sendiri menuju
kaidah-kaidah moral universal, yaitu keadilan dan ketimbal balikan.
Perkembangan penalaran moral, berlangsung setahap demi setahap dan tidak pernah
meloncat. Perkembangan penalaran moral dapat berakhir pada tahap manapun.
Karena itu peran pendidikan adalah menciptakan iklim yang dapat memberi
rangsangan maksimal bagi seseorang untuk mencapai tahap yang lebih
tinggi.demikian pula, perkembangan moral tidak di tentukan oleh usia, sebab
lebih dari 50% subjek penelitian orang dewasa, masih tetap pada tahap
konvensional. Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan penalaran moral
adalah faktor kognitif terutama kemampuan berpikir abstrak dan luas, termaksud
di bidang moral.
1.3. Penelitian Lintas Budaya Tentang
Penalaran Moral
Universalitas atau kekhasan budaya
prinsip-prinsip dan penalaran moral telah menarik perhatian ahli-ahli
antropologi sarta psikkologi. Beberapa etnografi antropologis, misalnya,
mengkaji prinsip-prinsip dan domain moral beberapa budaya yang berbeda. Banyak
diantara kajian ini yanng menentang pandangan tradisional Amerika tentang
moralitas.
Demikian juga, di bidang psikologi ada
sejumlah penelitian lintas budaya tentang penalaran moral yang mempertanyakan
daya generalisasi universal gagasan-gagasan Kohlberg. Salah satu asumsi yang
mendasari teori Kohlberg adalah bahwa penalaran moral menurut prinsip dan
nurani individual, terlepas dari hukuman-hukuman sosial atau
kebiasaan-kebiasaan budaya, merupakan tingkat penalaran moral yang tertinggi.
Filosofi ini amat terkait dengan budaya dimana Kohlberg mengembangkan teorinya,
yang berakar pada penelitian-penelitian terhadap laki-laki Amerika bagian Barat
Tengah di tahun 1950 dan 1960. Meski konsep-konsep demokratis seperti
individualisme dan nurani personal yang unik mungkin tepat untuk menggambarkan
sampel penelitianya di waktu dan di tempat itu, tidak jelas apakah
konsep-konsep yang sama juga mwakili prinsip-prinsip moral iniversal yang bisa
di terapkan pada semua orang dari semua budaya.
1.4. Studi
Lintas Budaya Penalaran Moral
a.
Penemuan dari beragam studi mengeukakan
bahwa teori penalaran moral dari Kohlberg bersifat universal, akan tetapi
sejumlah studi lintas budaya mempertanyakan generalisasi tahap tertinggi
penalaran moral teori Kohlberg. Salah satu yang mendasari teori Kohlberg adalah
pemahaman prinsip moral dan prinsip kata hati, yakni mengabaikna peraturan dan
adat budaya. Ini merupakan penalaran moral tahap pascakonvensional (tahap
tertinggi).
b.
Studi menunjukan bahwa anak-anak Chinese
cenderung lebih memperhatikan kepentingan orang lain dan hubungan ketika
memahami dilema moral, sementara anak-anak Islandia menekankan pertimbangan
diri.
c. Miller (2001) mngemukakan untuk
memertimbangkan perspektif moral lain yang mengabaikan teori moral tradisional.
Ia menjelaskan mengenai “moralites of community” yang menekankan hubungan
interpersonal dan komunikasi dan ia menjelaskan mengenau “moralities of
divinity”, dimana kepercayaan dan spiritualitas merupakan pusat perkembangan
moral.[2]
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Penalaran moral
merupakan suatu kepribadian dan juga cara berfikir setiap manusia. Penalaran
moral mengajarkan kita agar memiliki pengetahuan yang lebih luas dan mampu
menghadapi hal-hal yang abstrak, dan mampu memahami bahwa nilai-nilai kita sebagai
seorang manusia di dasarkan pada perasaan atau pilihan yang menjadi bagian dari
diri kita.
1.2. Saran
Penalaran moral
juga sangat melekat pada diri remaja seperti kita ini, dan penalaran moral juga
dapat mengembangkan nilai-nilai moralitas menjadi lebih baik. Kita sebagai
remaja harus bisa mengantisipasi reaksi-reaksi atas tindakan-tindakan yang
mereka ambil dan melihat lebih jauh konsekuensi jangka pendek sampai jangka
panjangnya dan juga kita bisa mulai untuk menggembangkan perasaan
menggendalikan diri kita sendiri begitu kita menyadari bahwa kita bisa memilih
tindakan apa yang harus diambil. Bahwa kita memiliki berbagai pilihan dan bahwa
setiap pilihan akan mendatangkan dampak positif dan negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Matsumoto,
David, 2008, Pengantar Psikologi Lintas
Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar