BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra
dapat diartikan sebagai tulisan, karangan, bahasa atau kata-kata yang memiliki
nilai estetika atau keindahan. Beberapa fungsi sastra diantaranya adalah
menghibur dan bermanfaat. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan,
memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun
kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Sehingga dapat
meracuni tanpa kita sadari. Sebagaian orang menjadikan karya sastra sebagai
sarana untuk menyampaikan pesan tentang apa-apa yanng terjadi pada masanya.
Menurut Yudiono K.S. (2007:27) “dalam hal sastra, sebuah karya sastra dapat
diterangkan atau di telaah secara tuntas apabila di ketahui asal usulnya yang
bersumber pada riwayat hidup pengarang dan zaman yang melingkupinya”.[1]
Karya
sastra memiliki arti tersendiri bagi pembacanya, karena pada hakikatnya
persoalan-persoalan yang diangkat dalam karya sastra adalah persoalan-persoalan
kemanusiaan. Melalui karya sastra pula seseorang akan dapat mempelajari dan
menghayati setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira
Aji Darma ini pertama kali dimuat di harian Kompas 5 Januari 1992, dan terpilih
sebagai cerpen pilihan Kompas pada tahun 1993.[2]
Cerpen Pelajaran Mengarang dipilih sebagai cerpen terbaik karena menyembunyikan
klimaks dalam rentetan kilas balik, dimana seorang perempuan dipaksa menulis
karangan yang mana judul-judul yang diberikan Ibu Gurunya bersebrangan dengan
kehidupan nyatanya. Sehingga anak tersebut tak pernah menyelesaikan
karangannya, karena tidak tahu harus menulis apa, yang ada di kepalanya
hanyalah ada kehidupan kelam, tidak memiliki kehidupan yang indah. Kita
merasakan ledakan di bagian akhir, ketika kita yakin bahwa anak tersebut adalah
seorang anak Pelacur.[3]
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana
Biografi Pengarang ?
2) Bagaimana
Sinopsis dalam Cerpen Pelajaran Mengarang
?
3) Bagaimana
unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Pelajaran
Mengarang ?
4) Amanat
apa saja yang dapat kita ambil dari cerpen Pelajaran
Mengarang ?
C. Biografi Pengarang
SENO
GUMIRA AJIDARMA
SENO
GUMIRA AJIDARMA lahir di Boston, 19 Juni 1958. Sastrawan yang satu ini
merupakan sosok pembangkang. Ayahnya Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, Guru besar
Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Seno Gumira Ajidarma sangat bertolak
belakang dengan sosok sang Ayah, ia sama sekali tidak suka berhitung, aljabar
dan juga ilmu ukur seperti sang Ayah. Seno Gumira Ajidarma ini merupakan sosok
yang sering membangkang terhadap peraturan Sekolah, sampai-sampai ia dicap
sebagai penyebab setiap kasus yang terjadi di Sekolah. Seno mengikuti teater
Alam pimpinan Azwar A.N. Seno pun mulai mengirim puisinya ke Majalah Sastra
Horison dan ternyata tembus juga. Kemudian Seno mulai menulis cerpen dan esai
tentang teater.
Sebenarnya
keinginan Seno adalah ingin menjadi Seniman bukan Sastrawan. Sampai saat ini
Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa.
Cerpennya Pelajaran Mengarang
terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara
lain: Manusia Kamar (1998), Penembak
Misterius (1993), Saksi Mata (1994),
Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Karya
lain berupa novel misalnya: Matinya
Seorang Penari Telanjang (2000). Pada tahun 1987 Seno mendapatkan Sea Write
Award. Berkat cerpennya Saksi Mata, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize For
Literary 1997.
Ia
menyelesaiakan S3-nya dalam delapan semester diselingi proses kreatifnya
melahirkan tiga novel, salah satu novelnya Negri
Senja mendapat Khatulistiwa Literary Award 2004, dan dua naskah drama,
skenario, dan puluhan cerita pendek, kolom, esai yang di muat diberbagai media.
Kesibukan
Seno sekarang adalah membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di
Pusat Dokumentasi Jakarta, Ia juga kini membuat komik dan baru saja ia membuat
teater. Pengalamannya yang menjadi anekdot yakni kalau dia naik taksi, sopir
taksinya mengantuk, maka ia yang menggantikan menyupir dan si sopirnya di suruh
tidur.[4]
Pendidikan Formal’nya adalah :
1994- Sarjana, Fakultas Film & Televisi, Institut Kesenian Jakarta
2000- Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia
2005- Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia
D. Sinopsis Cerpen
Dalam
cerpen Pelajaran Mengarang ini, karya
Seno Gumira Ajidarma menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Sandra
berusia 10 tahun yang duduk di bangku kelas V SD Sandra sangat membenci
pelajaran mengarang yang diajarkan oleh Ibu Guru Tati. Ibu Guru Tati memberikan
3 pilihan Judul kepada 40 anak muridnya, Sandra merasa teman-temanya tidak memiliki
kendala apa pun dalam mengarang tetapi tidak bagi dirinya, Sandra merasa dia
harus benar-benar mengarang karena dalam kenyataannya dia memang tidak
mengalami kejadian yang sesuai dengan ke tiga Judul tersebut.
Sandra
pun mulai memikirkan apa yang ada di benaknya tentang ketiga judul tersebut
dimulai dari Keluarga yang Berbahagia,
dia merasa keluarga yang bahagia ini tidak ada di dalam keluarganya dia hanya
hidup dengan Mamanya tidak ada Papa di dalam kehidupnnya, Sandra pernah
menanyakan hal itu terhadap Mamanya tetapi yang didapat hanyalah bentakan dan
cacian dari Mamanya. Sandra pun mulai berpikir lagi mengenai Liburan ke Rumah Nenek dan yang masuk
kedalam gambaranya hanyalah seorang wanita yang wajahnya penuh kerut yang
selalu menghias dirinya dengan sapuan wajah yang sangat tebal, orang-orang
memanggilnya dengan sebuta Mami, seorang
yang berprilaku kasar terhadap Sandra yang sering mengajak Sandra ke tempat
yang Sandra tak mengerti.
Sandra
pun mulai berpikir tentang Ibu,
seorang wanita cantik yang selalu merokok dan mabuk-mabukan yang selalu
membentak dan memarahi Sandra tetapi sebenarnya Mama Sandra ini memiliki rasa
penyayang terhadap Sandra dan memiliki prilaku yang manis, tetapi tak selalu
Mamanya itu berprilaku manis terhadap Sandra, Sandra sering melihatnya
bertingkah laku lain.
Waktu
mengarang pun telah habis, Kertas yang tadi hanya dipandangi oleh Sandra yang
masih putih tidak terkena noda, sekarang sudah Sandra tuliskan sepotong kalimat
yang berisi :
Ibuku Seorang Pelacur...
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah
yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang
secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik pada
sebuah cerpen adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta dalam membuat
cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah
cerpen berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca,
unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah cerpen.
Unsur
yang dimaksud untuk menyebutkan sebagian saja, misalnya cerita, peristiwa,
plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain.[5]
Berikut unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Pelajaran
Mengarang :
1.
Tema
Tema dalam
sebuah karya sastra, fiksi hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur
pembangunan cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah
kemenyeluruhan.[6]
Tema juga menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu dari awal sampai akhir.
Tema dalam
cerpen Pelajaran Mengarang adalah mengenai
Kehidupan Sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang Ibunya itu
bekerja sebagai seorang pelacur dan anaknya baru duduk di bangku kelas V SD.
Cerpen ini juga mengisahkan bahwa keadaan sosial atau pekerjaan dan lingkungan
keluarga sebagai faktor utama dalam pembentukan dasar karakter seorang anak.
“..Ketika berpikir tentang keluarga kami yang bahagia,
Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan
kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai
ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran di atas kasur yang sepreinya
terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah
tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan seketika
sandra pulang dari sekolah.”
“Lewat
belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama!.” (hal. 1)
Kutipan diatas
menunjukan bagaimana Sandra dapat menulis karangan tentang kebahagiaan
keluarga, jika kehidupan sehari-hari yang Ia alami sama sekali tidak menunjukan
kebahagiaan yang semestinya diciptakan dalam lingkungan keluarga. Keadaan rumah
yang berantakan dengan benda-benda yang tidak seharusnya ia jumpai di masa
anak-anak sehingga ia tidak mempunyai keluarga yang harmonis, hal ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
2.
Alur
Alur atau plot
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa sehingga
menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.[7]
Alur dalam cerpen Pelajaran Mengarang
itu menggunakan alur campuran dimana terdapat alur maju dan mundur di dalam
cerita tetapi lebih dominan menggunakan alur mundur karena Sandra selalu
membayangkan tentang 3 judul yang di berikan oleh Ibu Guru Tati. Berikut urutan plot dalam novel ini :
a) Tahap
Awal
Tahapan
awal merupakan tahap perkenalan atau berisi sejumlah informasi penting seperti
penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam waktu
kejadiannya dan juga deskripsi fisik perwatakan. Dalam cerpen Pelajaran
Mengarang ini tahapan awal itu dimulai dari murid-murid kelas V SD yang sedang
mengikuti pelajaran mengarang di dalam kelas yang diarahkan oleh Ibu Guru Tati,
Ibu Tati adalah seorang guru yang berkaca mata tebal.
“..Dari
balik kaca matanya yang tebal, Ibu guru Tati memandang 40 anak yang manis yang
masa depanya masih panjang.” (hal. 1)
Dan
di dalam cerita ini tokoh Sandra di gambarkan sebagai siswa yang tidak menyukai
pelajaran mengarang, karena sandra selalu mendapatkan kesulitan besar karena ia
benar-benar harus mengarang. Sandra merupakan anak yang terlahir dan memiliki
Ibu yang bekerja sebagai pelacur. Sandra selalu sabar menghadapi sikap Mamanya
karena setiap hari Sandra selalu mendapatkan perilaku yang kasar dari Mamanya. “..Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu
tamu Mama.” (hal. 1)
Sandra
pun selalu dititipkan oleh Mami (yang Sandra anggap sebagai Neneknya), Mami
juga memiliki watak yang pemarah.
“..Jangan
rewel anak setan! nanti kamu kuajak ke tempat ku kerja, tapi awas ya? kamu
tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!.”
(hal. 2)
b) Tahap
Tangah
Tahap
tengah adalah tahap dimana menampilkan pertentangan atau konflik,
peristiwa-peristiwa penting mulai dikisahkan dan konflik berkembang semakin
runcing. Kertas yang ada di hadapan Sandra masih terlihat kosong pada menit ke
15, Sandra masih tidak tahu harus menulis tentang apa. “Keluarga Bahagia” selama ini yang Sandra tahu dia hanya tinggal
bersama dengan Mamanya tidak ada sosok Papa. Pernah Sandra menanyakan hal itu
terhadap Mamanya tetapi balasanya adalah :
“..Tentu
saja punya anak setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas?
Belajarlah untuk hidup tanpa Papa! Taik Kucing dengan Papa!” (hal. 2)
“Liburan ke Rumah Nenek” yang
Sandra tahu Nenek dalam benaknya adalah gambaran seorang wanita tua yang
wajahnya penuh dengan kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna tebal. Mami
selalu mengajak Sandra ke tempat yang Sandra tidak mengerti yang dipenuhi
dengan wanita-wanita dewasa yang tidak canggung lagi untuk berpeluk-pelukan
sampai lengket.
Tiba
saatnya Sandra menggambarkan “Ibu” yaitu
“...gambaran seorang wanita cantik yang
selalu merokok dan mabuk-mabukan dan selalu bangun siang” (hal 2). yang
selalu berkata kasar terhadap Sandra seperti “..Diam, anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” (hal 3).
Mama Sandra juga sebenarnya seorang yang penyayang.
“...Tentu, tentu Sandra tahu wanita
itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke
plaza. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng dan
ayam goreng. Dan setiap kali wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta.”
(hal 3).
Tetapi Mamanya tidak
selalu berprilaku manis terhadapnya. Sandra lebih sering melihat Mamanya
bertingkah pemarah.
c) Tahap
Akhir
Berisi
bagaimana kesudahan cerita atau menyaran tentang bagaimanakah akhir sebuah
cerita. Di dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini kesudahan cerita terletak pada “..Empat puluh menit lewat sudah, pelajaran
mengarang berlangsung. tetapi belum ada secoret kata pun di kertas Sandra.
Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda.” (hal 4). Tetapi beberapa
teman Sandra sudah banyak yang mengumpulkan dan sudah berjalan meninggalkan
kelas.
Setelah
waktu habis Ibu Guru Tati menyuruh semua kertas untuk dikumpulkan kedepan.
Kertas Sandra pun Ia selipka di tengah-tengah kertas teman-temanya. Ibu Guru
Tati tidak mengetahui bahwa di kertas putih dalam pelajaran mengarang itu
Sandra hanya menuliskan kata “
“...
Ibuku Seorang Pelacur.” (hal. 4).
3.
Latar
Latar
adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa
dalam cerita dan dalam lakuan karya sastra.[8]
Berikut latar dalam cerpen Pelajara
Mengarang.
Ø Latar Tempat
· Kelas
“...Ingin rasanya Ia lari keluar dari kelas.” (hal. 1).
“...Ibu
Guru Tati mondar-mandir di depan kelas.” (hal. 2).
“...Beberapa diantaranya sudah
selesai dan setelah menyerahkan segera berlari keluar kelas.” (hal. 4).
· Rumah
“..Sandra mendapatkan gambaran
sebuah rumah berantakan.” (hal. 1).
“..Ini titipan si Marti. Aku tak
mungkin meninggalkanya sendri di rumah.” (hal. 2).
“..Di rumahnya sambil nonto RCTI,
Ibu Guru Tati memeriksa pelajaran murid-muridnya.” (hal. 4).
· Sekolah
“..Bahkan ketika Sandra pulang dari
Sekolah.” (hal. 1).
· Hotel
“..Sandra tahu, setiap kali pager ini
menyebut nama hotel, nomer kamar dan sebuah jam pertemuan, Ibunya akan pulang
terlambat,” (hal. 4).
· Plaza
“..Setiap hari minggu, wanita itu
mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini dan plaza itu.” (hal. 3).
· Ruang Depan
“..Di ruang depan, Ia
muntah-muntah.” (hal. 3).
· Tempat Tidur atau Ranjang
“..Botol-botol beresakan di meja
bahkan sampai ke tempat tidur.” (hal. 1).
“..Ia juga hanya berbisik malam
itu, ketika dipindahkan di kolong ranjang.” (hal. 4).
“..Sandra tak akan pernah mendengar
suara lenguhanya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang.” (hal. 4).
Ø Latar Waktu
· 60 menit “..Kalian punya waktu 60 menit.”
(hal. 1)
· 10 menit “..Sepuluh menit segera berlalu.”
(hal. 1)
· 15 menit “.. Lima belas menit telah
berlalu.” (hal. 1)
· 20 menit “..Dua puluh menit telah berlalu.”
(hal. 2)
· 30 menit “..Tiga puluh menit lewat tanpa
permisi.” (hal. 2)
· Malam
“..ia
pernah terbangun malam-malam.” (hal 3)
“..Suatu
malam wanita itu pulang merangkak karena mabuk.” (hal. 3).
“..Ia
juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong
meja.” (hal. 4).
· Hari Minggu
“..Setiap
hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau plaza itu.”
(hal. 3).
Ø Latar Suasana
· Hening atau Sepi
“..Ibu
Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut.
Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke
dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.” (hal. 1)
“..Sandra
masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung
terbang dengan kepakan sayaap yang anggun.” (hal. 2).
· Mencekam atau Menakutkan
Suasana
dimana Sandra merasa takut
“..Sandra
melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga
mendengar musik yang keras.” (hal. 2).
· Sedih
“..Sandra
pernah terbangun malam-malam melihat wanita itu menangis sendirian, dan wanita
itu menangis sambil memluk Sandra.” (hal, 3).
“..
Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya
terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali.
Wanita itu tak mendengar ketika di kolong ranjang Sandra berbisik
tertahan-tahan “Mama, mama..” Dan pipinya basah oleh air mata.” (hal. 4).
· Haru
“..Kadang-kadang
sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa
inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu
akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji manjadi anak baik-baik.”
(hal. 3).
· Gembira
Perasaan
Senang yang dialami Sandra
“..Setiap
hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau itu. Disana
Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng.”
(hal, 3).
· Serius
“..Anak-anak
kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja”. (hal. 1).
· Bimbang
“..
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat
kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang.” (hal. 1)
· Resah
“..Lima
belas menit telah berlalu. Sandra tak mengeti apa yang harus dibayangkanya
tentang sebuah keluarga yang berbahagia.” (hal. 1).
4.
Tokoh
dan Penokohan
Tokoh adalah
para pelaku yang terdapat dalam cerita fiksi. Nurgiantoro (1995) mengatakan
bahwa tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dibedakan dalam beberapa jenis berdasarkan
ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut pandangan dan tinjauan,
seperti tokoh utama dan tambahan, tokoh protagonis, antagonis, tokoh sederhana
dan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang serta tokoh tipikal dan
tokoh netral.
Peranan dan
fungsi tokoh menurut teori umum tentang novel, cerpen, dan drama sangat penting
untuk memahami seluk beluk novel, cerpen dan drama tersebut (Laurenson dan
Swingewood, 1972 : 1993).[9] Dalam
cerpen Pelajaran Mengarang ini
terdapat 5 tokoh yaitu : Sandra, Bu Guru Tati, Marti (Mama Sandra), Mami, dan
anak-anak kelas V SD (teman-teman Sandra). Analisis masing-masing tokoh
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sandra
Sandra merupakan
seorang anak kelas V SD yang berumur 10 tahun yang terlahir sebagai anak
seorang pelacur. Karakter Sandra aalah pendiam, lugu, sabar, patuh, penurut dan
dia sangat sabar menghadapi sikap Mamanya.
“..Tapi
Sandra 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya.” (hal, 1).
“...Sandra selalu belajar untuk
menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh.” (hal. 3).
Tetapi
Sandra juga membenci Ibu Tati.
“...Sandra memandang Ibu Guru Tati
dengan benci, Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu
merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang”. (hal,
1).
2. Ibu
Guru Tati
Ibu Guru Tati
adalah guru Sandra di kelas V SD, Ibu Guru Tati seorang guru yang selalu
memberikan materi tentang pelajaran mengarang yang dibenci oleh Sandra. Ibu
Guru Tati pun seorang guru yang sabar, berkacamata tebal dan belum berkeluarga.
“...Dari balik kacamatanya yang
tebal, Ibu Guru Tatni memandang 40 anak yang manis”. (hal. 1).
“...Di rumahnya, sambil menonton
RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya”.
(hal. 4).
3. Marti
(Mama Sandra)
Marti ini adalah
Ibu Sandra yanng bekerja sebagai seorang pelacur, dia sangat cantik tetapi
sering merokok dan mabuk-mabukan. Sifatnya dia adalah pemarah, tetapi juga
sebenarnya ia memiliki rasa penyayang terhadap Sandra tetapi tidak setiap
harinya juga Ia bersifat manis terhadap Sandra.
“...Tiga puluh menit lewat tanpa
permisi. Sandra mencoba berfikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang
ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu
merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan kanana dan
kaki kananya selalu naik keatas kursi.” (hal. 2).
“...Tentu saja punya, Anak Setan!
Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa
kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa1 Taik Kucing dengan Papa!.”
(hal. 2)
“...Tentu saja Sandra tahu wanita
itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke
plaza ini atau plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim,
kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu
menatapnya dengan penuh cinta dan seperti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu
melap mulut Sandra yang belepotan es krrim sambil berbisik, “Sandra,
Sandra...”Kadang-kadang Sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari
sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan
sebuah cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya untuk berjanji
menjadi anak baik-baik (hal. 3).
4. Mami
Mami ini adalah
seorang wanita yang wajahnya penuh keriput dan selalu merias dirinya dengan
sapuan warna yang tebal
“...Sandra
mencoba berfikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan Ke Rumah Nenek” dan
yang masuk ke dalam benaknya adalah seorang wanita dengan wajah penuh kerut
yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat
tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat
memabukkan Sandra”. (hal. 2).
Mami ini juga
adalah orang yang dianggap Sandra sebagai Nenek, padahal Mami ini seorang germo
atau mucikari. Sifat Mami ini adalah kasar, pemarah dan juga dia selalu
mengancam Sandra.
“...Jangan Rewel Anak Setan! Nanti
kamu kuajak ke tempat kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang
kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!”. (hal. 2)
“...Ini titipan si Marti. Aku tidak
ingin meninggalkannya sendirian di rumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
(hal.2 )
5. Anak-anak
kelas V SD
Teman-teman
Sandra tidak terlalu banyak diceritakan, tetapi Ibu Guru Tati memandang
Anak-anak keas V SD itu atau murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang
indah.
“...Di
rumahnya sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa
pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu,
Ibu Guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang
indah.” (hal. 4).
5.
Sudut
Pandang
Sudut Pandang
adalah penempatan isi penceritaan dalam kisah. Sudut pandang merupakan cara dan
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya
fiksi terhadap pembaca (Abrams, 1981 : 142).[10]
Sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan
menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita, mau tak mau harus telah
memutuskan memilih sudut pandang tertentu.[11]
Sudut pandang
yang digunakan dalam cerpen Pelajaran
Mengarang adalah orang ketiga serba tahu, diamana pengarang sama sekali
tidak ikut berperan dalam cerpen, namun dapat menceritakan dan menggambarkan
dengan jelas situasi perasaan yang dimiliki pelaku. Penyebutan nama atau kata
ganti “Ia, dia, mereka” merupakan sudut pandang orang ketiga.
“...Sepuluh menit segera berlalu.
Tapi Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia
memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar di tiup angin kencang. Ingin
rasanya Ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain
di kepalanya.” (hal. 1).
6.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa
adalah gaya penulisan (dialek), pribahasa dan unsur-unsur lain yang terkandung
dalam cerita. Gaya bahasa juga merupakan suatu cara untuk menuansakan dan
menyelaraskan bahasa agar terjalin keindahan dan pertautan antara paragraf satu
dengan yang lainnya.
Gaya bahasa
dalam cerpen Pelajaran Mengarang
yaitu :
a) Hiperbola
“...Anak-anak
kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja”. (hal. 1)
Kutipan di atas
menunjukan gaya bahasa hiperbola atau melebih-lebihkan, seperti pada menulis
dengan kepala hampir menyentuh meja, seharusnya cukup ditulis dengan anak-anak
itu menulis dengan serius.
b) Sarkasme
“...Tentu
saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum
tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa!
Taik Kucing dengan Papa!” (hal. 1).
Dari kutipan
diatas penyebut Anak Setan dan Taik Kucing menunjukkan kekasaran dalam
berbahasa, bahasa yang seharusnya tidak diucapkan untuk memaki. Meskipun gaya
bahasa yang digunakan bersifat Hiperbola dan Sarkasme namun mayoritas gaya
bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan dan ide pengarang bersifat
lugas dan jelas, sehingga semua yang membaca dapat memahami isi cerita
tersebut.[12]
7.
Amanat
Amanat yang
terkandung dalam cerpen Pelajaran
Mengarang adalah bagaimana kita seharusnya bisa merawat anak dengan baik,
kalau memang Orang Tua itu sudah terlanjur masuk ke dalam dunia yang tidak baik
tetapi Orang Tua itu akan berfikir jangan sampai anak kita juga bernasib sama
seperti Orang Tuanya. Memang Tekanan batin sangat dialami oleh Sandra tetapi
seburuk-buruknya seorang Ibu dia tetaplah Ibu kita yang menyayangi kita dan
melahrikan kita. Sikap yang ditunjukan Sandra adalah selalu patuh terhadap
Ibunya walaupun tidak dipungkiri Ia sering mendapatkan kata-kata dan juga
perlakuan kasar dari Ibunya.
Banyak nilai
moral yang harus di petik dalam cerpen ini, seperti :
“...Berjanjilah
pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik.” (hal. 3).
dalam kutipan ini Mama Sandra
menyuruh Sandra agar menjadi wanita yang baik yang tidak seperti Mamanya karena
Mamanya tidak ingin kelak Sandra menjadi seperti dirinya, yang hidup di
kehidupan malam yang penuh dengan musik-musik keras dan selalu di tonton dengan
berjuta pasang mata lelaki.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Dari
cerpen Pelajaran Mengarang ini dapat
disimpulkan bahwa kita bisa merasakan bagaimana kesedihan yang dialami Sandra
yang hidup dalam lingkungan yang tidak baik, yang memiliki Ibu seorang pelacur.
Setelah membaca cerpen ini pasti pembaca akan bisa merasakan simpatik terhadap
Sandra karena sikap dan sifat Sandra yang selalu sabar dan tetap menghormati
Ibunya walau kadang kala Ibunya itu mengeluarkan kalimat-kalimat yang kasar
terhadapnya.
Keluarga
merupakan pusat pendidikan utama yang di dapat seorang anak, perannya sangat
kuat dalam pembentukan karakter anak, keadaan keluarga yang berantakan yang di
alami Sandra membawa dampak yang negatif bagi perkembangannya, seperti ketika
tiba pelajaran mengarang yang diberikan oleh Ibu Guru Tati tentang 3 judul
tersebut, Sandra tidak mampu mengarang karena dia memang benar-benar tidak
merasakan hal seperti itu di dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budianta, Melani dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang : Indonesia
Tera.
Juhara, Erwan dkk. 2007. Cendikia Berbahasa Indonesia dan Sastra
Indonesia. Jakarta : PT. Setia Purna.
Kajian.Cerpan-pelajaran-mengarang.
//www.sastraindonesiaku.wordpress.com, diakses
pada 21 juni 2012. 19:35.
Nugriantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Pelajaran-Mengarang. 2008. http://www.duniasukab.com/2008/02/03/pelajaran-mengarang.
diakses pada 22 Juni 2012, 12:12.
Teori-Fiksi-Burhan-Nurgiyantoro.
http://rumahterjemah.com/lainnya/Teori-fiksi-burhan-nurgiyantoro.
diakses pada 23 Juni 2012, 16:29.
Toda, Dami. N. 2007. Apakah Sastra ?. Magelang : Indonesia
Tera.
[1] Melani
Budianta, dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h.19
[5]
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian
Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 23
[6]
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengakajian
Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 74
[7]
Erwan Juhara, dkk, Cendikia Berbahasa,
Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta : PT. Setia Purna, 2007), h.165
[8]
Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra,
(Magelang : Indonesia Tera, 2003), h. 86
[9]
Dami.N.Toda, Apakah Sastra?,
(Magelang: Indonesia Tera, 2005), hal 122.
[10]
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian
Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 248
Perhatikan Pelajaran Sejarah dengan Pelajaran Mengarang beda lho :)
BalasHapusoh iya bu, salah ngasih judul
BalasHapusmaaf :)