ANALISA UNSUR KEBUDAYAAN
SUKU SUNDA
Di Buat Oleh :
Mala Nopita Sari
(2011070012)
UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya dan makalah ini berjudul “ANALISA
UNSUR KEBUDAYAAN, SUKU SUNDA”.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pohak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pamulang, April 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sunda
adalah sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke 8 sebagai lanjutan
atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaan berada di sekitar Bogor,
sejarahnya sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta
(Batavia) masuk ke kuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman
sebelah timur masuk kekuasaan Mataram sejak 1625.
Suku
sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga
sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Masyarakat sunda mengartikan
kata “sunda” menjadi beberapa pengertian (Hizhib: 2010) :
· Sunda,
dari kata “Saunda”, berarti Lumbung bermakna (subur dan makmur)
· Sunda,
dari kata “Sonda”, berarti bahagia
· Sunda,
dari kata “Sonda”, berarti sesuai dengan keinginan hati
· Sunda,
dari kata “Sundara”, berarti lelaki yang tampan
· Sunda,
dari kata “Sundari”, berarti wanita yang cantik
· Sunda,
dari kata “Sundara”, nama dewa kamaja (penuh rasa cinta kasih)
· Sunda
berarti indah
Jika
dilihat dari arti Sunda diatas, tidak ada satupun arti yang kurang baik, hampir
semua artinya baik. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan masyarakat sunda adalah
pengharapan akan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.[1]
1.2.
Tujuan
Tujuan dalam makalah
ini yaitu mempelajari suku sunda ini adalah agar kita dapat mengetahui seluk
beluk kehidupan dari masyarakat sunda itu sendiri dan juga tidak terlepas dari
bagaimana cara mereka beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat sekeliling
baik dalam satu suku maupun berbeda suku.
Kita juga dapat
mengetahui bagaimana pola hidup dan juga pola pikir dalam suku sunda, selain
itu pula kita dapat melihat hasil-hasil karya sastra yang terdapat di suku
sunda yang sudah ada sejak zaman dahulu dan sekarang telah menjadi ciri khas
bagi masyarakat dan suku sunda tersebut. Saya akan membuat lebih rinci lagi apa
saja yang akan menjadi bahasan-bahasan mengenai suku sunda, yang telah di buat
dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.3.
Rumusan
Masalah
1.3.1. Bagaimana
pola hidup suku sunda?
1.3.2. Bagaimana
7 unsur kebudayaan suku sunda ?
1.3.3. Apa
kaitan 7 unsur kebudayaan suku sunda dengan etnografi ?
1.3.4. Apa
perbedaan dan persamaan pola hidup dan pola pikir dalam suku tersebut ?
1.3.5. Unsur
karya sastra apa saja yang terdapat di suku sunda ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Bagaimana Pola Hidup Suku
Sunda
Pola hidup masyarakat suku sunda adalah
berladang. Komunitas peladang ini hidupnya cenderung berpindah-pindah atau nomaden,
dan budaya bersawah memang kemudian dikenal pada masa pajajaran. Namun area
persawahan pada masa itu pun hanya berada di wilayah yang berdekatan dengan
kota Pakuan. Sedangkan masyarakat sunda di luar Pakuan tetap bekerja sebagai
peladang.
Para petani menggarap sawah mereka untuk
keperluan orang-orang kota Pakuan semacam bangsawan, bukanlah untuk diri mereka
pribadi. Masyarakat hanyalah patut dan tunduk oleh para bangsawan.
Selain bekerja sebagai peladang,
masyarakat sunda juga ada yang bekerja sebagai penggali saluran untuk menangkap
ikan, dan untuk masyarakat yang hidup di pesisir pantai atau pun laut mereka
akan mencari nafkah dengan menjala, menarik jaring, memasang jaring, menangguk
ikan, merentang jaring. Pola hidup bertani dan berladang itu pasti dilakukan
oleh masyarakat sunda, biasanya masyarakat peladang bertani di perbukitan dan
masyarakat petani (persawahan) bertani di daerah yang lebih lembab.[2]
2.2. Bagaimana 7 Unsur Kebudayaan
Suku Sunda
Unsur-unsur kebudayaan suku sunda adalah
:
1. Bahasa
Bahasa
sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu bahasa untuk membedakan
golongan usia dan status sosial antara lain, yaitu :
Ø Bahasa
sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang
yang dituakan atau disegani.
Ø Bahasa
sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status
sosialnya
Ø Bahasa
sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang
status sosialnya lebih rendah.
Namun
demikian di Serang dan di Cilegon, lebih lazim menggunakan bahasa Banyumasan
(bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh teknik pendatang dari suku jawa.
2. Religi/Agama
Sebagian
besar masyarakat suku sunda menganut Agama Islam, namun ada pula yang beragama
kristen, hindhu atau budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat
karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam
menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu.
Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan ghaib. Terdapat juga adanya
upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup,
mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lain.
3. Mata Pencaharian
Mata
pencaharian pokok masyarakat sunda adalah :
· Bidang
perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet dan kina
· Bidang
pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran
· Bidang
perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau
· Selain
bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga bermata pencaharian sebagai
pedagang, pengrajin, peternak.
4.
Organisasi
Sosial
Sistem
kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral,
yaitu mengikuti garis keturunan kedua belah pihak orang tua yaitu bapak dan ibu.
Dalam keluarga sunda, bapak yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan
kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat
istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku sunda.
Dalam bahasa
sunda dikenal pula kosa kata sejarah dan sarsilah (silsilah, silsilah) yang
maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa
Indonesia. Makna sejarah adalah susun galur atau garis keturunan.
Pada saat
menikah, orang sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal
tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, penggantin baru bisa tinggal
di tempat kediaman istri atau suami tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal
di tempat baru atau neolokal.
Dilihat dari
sudut ego, orang sunda mengenal istilah tujuh generasi keatas dan tujuh
generasi ke bawah, antara lain yaitu :
Tujuh generasi keatas
:
Kolot Embah Buyut Bao Janggawareng Udeg-udeg
Gantung Siwur
Tujuh
Generasi Kebawah :
Anak Incu Buyut Bao Janggawareng Udeg-Udeg
Gantung Siwur
5.
Kesenian
Masyarakat
sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat jenis kesenian
diantaranya seperti :
v Seni
tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
v Seni
suara dan musik
ü Degung
(semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi
ü Salah
satu lagu daerah sunda antar lain yaitu Bubuy bulan, Es Lilin, Manuk dadali,
Tokecang, dan Warung Pojok.
v Wayang
Golek
v Senjata
tradisonal yaitu kujang
6.
Sistem
Peralatan dan Teknologi
Sistem
peralatan masyarakat sunda terdapat pada senjata tradisionalnya yaitu kujang.
Senjata seperti kujang ini disimpan sebagai pusaka yang digunakan untuk
melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkan di atas tempat tidur (Hazeu,
1904: 405-406). Menurut sebagian orang kujang mempunyai kekuatan tertentu yanng
berasal dari dewa (Hyang), kujang juga
dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa organisasi serta
pemerintahan. Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan
ekonomi masyarakat sunda, kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran
bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang
menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi
senjata yang bernilai simbolik dan sakral.
Berdasarkan
fungsi kujang terbagi menjadi empat antara lain, Kujang Pusaka ( lambang
keagungan dan perlindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang),
Kujang Pangarak (sebagai alat upacara), Kujang Pamangkas ( sebagai alat
berladang).
Teknologi
di masyarakat sunda pula saat ini sudah berkembang pesat, masyarakat saat ini
sudah banyak mengenal dan bahkan memiliki benda-benda elektronik, tetapi
adapula masyarakat sunda yang masih kental dengan adat dan menghindari tentang
adanya teknologi dan unsur modern. Contohnya adalah masyarakat baduy. Mereka
memang tidak begitu suka dengan perubahan teknologi, karena bagi mereka adat
leluhur dari nenek moyang haruslah tetap dijalankan.[3]
7.
Sistem
Pengetahuan
Pendidikan
di suku sunda sudah dibilang sangat berkembang baik. Terlihat dari peran
pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan
pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya, sebagai hak warga yang harus
dipenuhi dalam pelayanan pemerintah. Pembangunan pendidikan merupakan salah
satu bagian yang sangat vital dan fundemental untuk mendukung upaya-upaya
pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan
dasar bagi pembangunan lainnya, menginggat secara hakiki upaya pembangunan
pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan.
Dalam
setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan
karekteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini masyarakat Jawa Barat
yang mayoritas suku sunda memiliki potensi budaya dan karekteristik tersendiri,
baik secara sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat
yang telah diakui memiliki makna yag sangat mendalam.
2.3. Apa Kaitan 7 Unsur Kebudayaan Suku
Sunda Dengan Etnografi
Di
dalam 7 unsur suku sunda itu yang di bahas pada halaman sebelumnya yang berupa
: bahasa, agama, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, mata
pencaharian, sistem peralatan dan teknologi, merupakan hal-hal yang sangat
berkaitan dengan etnografi. Unsur-unsur itu juga sangat bervariasi dalam
etnografi, misalnya saja dalam berbahasa karena bahasa seperti bahasa sunda itu
memiliki berbagai macam bahasa yang berbeda-beda, ada yang halus dan juga yang
kasar. Dalam teknologi pula cara memproduksi, memakai dan memelihara segala
peralatan hidup dalam karangan etnografi yang cukup membatasi diri terhadap
teknologi yang tradisional.
Hubungan
kekerabatan dan kehidupan masyarakat pun biasanya masing-masing sangat penting.
Sistem kekerabatan bersangkutan dengan etnografi karena banyak memiliki aneka
warna suku tersebut, misalkan dalam berbagai aktivitas kerjasama atau gotong
royong. Dan dalam komunikasi pula soal hubungan dan sikap antara pemimpin dan
pengikut harus seimbang dalam komunitas. Sistem pengetahuan pun merupakan ilmu
yang harus dimiliki oleh masyarakat, seberapa kecil pun, tidak mungkin dapat
hidup tanpa pengetahuan tentang alam sekeliling dan sikap-sikap dari peralatan
yang dipakainya.
Jadi
dari semua unsur-unsur itu etnografi bersifat sangat universal, etnografi itu sangat
mencakup aktivitas adat istiadat, pranata-pranata sosial dan benda-benda
kebudayaan. Dan etnografi merupakan pelengkap dari ke 7 unsur kebudayaan sunda tersebut.[4]
2.4. Apa Perbedaan & Persamaan
Pola Hidup dan Pola Pikir Dalam Suku Sunda
A.
Perbedaan
pola hidup & pola pikir
· Masyarakat
sunda tidak pernah tertinggal tentang berpikiran mengenai mitos-mitos yang
telah mereka percaya sejak dulu, sedangkan pola hidupnya itu lebih banyak
diakukan untuk bercocok tanam
· Pola
pikir masyarakat sunda pun terkadang juga selalu mementingkan masa depan atau
pemikiran kedepan seperti apa, dan pola hidupnya pun sangat mudah untuk
beradaptasi dengan baik antara sesama dengan menggunakan bahasa sunda ataupun
dengan suku yang berbeda dan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
· Pola
pikir suku sunda pun adalah sangat mencintai hasil karya keseniannya, karena
dari mencintai kesenian itu dapat menimbulkan rasa optimis, dan juga memiliki
watak yang terbuka tetapi juga terkadang memiliki sifat yang sangat perasa,
biasanya masyarakat sunda menyebutnya dengan sifat pundung.[5]
Pola hidupnya juga mereka dapat beradaptasi dengan baik walaupun misalnya
mereka sudah hidup merantau atau keluar dari wilayah suku sunda, dan
hubungannya itu berjalan sangat positif.
A.
Persamaan
pola hidup & pola pikir
· Pola
hidup dan pola pikir yang dijalani oleh masyarakat suku sunda itu memiliki
sifat yang seimbang, contohnya saja dalam hal beradaptasi. Mereka harus bisa
beradaptasi dengan baik apalagi bila mereka sudah tinggal di dalam lingkungan yang
berbeda-beda suku secara otomatis mereka akan berpola pikir bahwa mereka harus
bersifat ramah-tamah dan saling menghargai antara sesama.
· Pola
pikir yang telah mengalami perkembangan pada suku sunda ini sangat amat
berdampak positif terhadap pola hidup mereka. Dengan pengetahuan dan juga
pendidikan yang suduh cukup banyak didapat oleh masyarakat suku sunda tersebut
dan juga dengan teknologi yang semakin berkembang menyebabkan pola hidup yang
begitu baik bagi mereka, misalnya saja jika mereka bersekolah tinggi dan
mendapat nilai yang baik dan bagus secara otomatis mereka akan bekerja dan di
tempatkan pada posisi yang tinggi dan mendapatkan gaji cukup pula dan itu
menyebabkan pola hidup mereka akan jauh lebih baik. Tetapi jika mereka hanyalah
mengenyam pendidikan yang kurang baik maka pola hidup mereka pun akan
serta-merta tidak baik pula. Jadi pada intinya pola hidup dan pola pikir itu
sangatlah berpengaruh bagi kehidupan mereka.[6]
2.5. Karya Sastra yang Terdapat di Suku
Sunda
Karya sastra merupakan karya yang memiliki nilai
estetika. Karya sastra juga terdapat di berbagai daerah, seperti di suku sunda
ini banyak sekali karya sastra yang dapat kita temui dari jaman dahulu. Kesusasteraan-kesusasteraan
sunda itu bukan suatu unsur kebudayaan yang hanya dikenal di lingkungan yang
kecil saja, akan tetapi dikenal secara luas dalam masyarakat. Dalam pertunjukan
reog, permainan yang selalu dapat
menyesuaikan dirinya di setiap zaman, tampaklah betapa bahasa dan sastra sunda
itu merupakan bagian yang esensil dari kehidupan sehari-hari di dalam
masyarakat.
Di dalam suku sunda terdapat kesusastraan yang kaya.
Bentuk sastra sunda yang tertua adalah pantun,
yaitu cerita pahlawan-pahlawan nenek moyang sunda dalam bentuk puisi
diselang-seling oleh prosa berirama seperti bentuk panglipurlaraan.
Tukang-tukang pantun itu mendongengkan cerita-cerita pantunya diiringi dengan
musik kecapi. Cerita itu biasanya menceritakan tentang pahlawan-pahlawan sunda
dan juga raja-rajanya pada zaman dahulu. Bagi orang sunda cerita-cerita pantun
itu menduduki tempat yang khas dalam hatinya.
Sesudah zaman pantun dikenal zaman wayang dan juga
wawacan. Cerita-cerita wayang kebanyakan berasal dari epos Ramayana dan
Mahabrata, tetapi sekarang sudah banyak karangan dari Ki Dalang sendiri. Wayang
di sunda lebih merupakan hiburan, dan orang yang menyaksikannya biasanya tidak
terlalu tertarik dengan lakonnya, melainkan oleh keterampilan sang dalang untuk
memainkan wayangnya, atau lebih tertarik oleh nyanyian-nyanyian sindennya. Di
dalam wayang itu sendiri terdapat unsur kesenian ialah seni sastra, seni
tembang dan gamelan, dan pertunjukan wayang itu masih sering diadakan di
daerah-daerah pedesaan maupun di kota-kota.
Cerita wawacan
dalam bahasa sunda banyak diambil dari cerita-ceirta islam. Dahulu wawacan itu
sering dinyanyikan, dan ini disebut beluk.
Biasannya seorang membacakan satu kalimat dari wawacan itu yang berbentuk puisi tembang dari jawa, dan seorang
yang lain menyanyikannnya. Orang yang membaca dan menyanyi duduk di tikar di
bawah, atau tidur-tidruan, demikian pula yang mendengarkannya. Beluk itu biasa di perdengarkan sambil
menunggui orang yang baru melahirkan. Lamanya hampir semalaman suntuk. Sekarang
orang sunda sudah jarang mendengarkan beluk.
Disamping pantun,
wayang dan wawacan, dalam
kesusastraan sunda terdapat bermacam-macam cerita rakyat seperti: Sangkuriang yaitu cerita tentang
terjadinnya Gunung Tangkubanprahu dan
danau purba di dataran tinggi
Bandung, serta varian-variannya mengenai terjadinya beberapa gunung dan danau
di Jawa Barat. Satu macam cerita rakyat di sunda adalah cerita si Kabayan satu contoh sastra yang
dilukiskan sebagai seorang yang malas dan bodoh, akan tetapi sering-sering
tampak pula kecerdikannya.[7]
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari
makalah ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa suku sunda ini adalah suku yang
memang sangat kental dengan unsur budayanya, selain itu juga suku sunda
terkenal dengan kuliner dan hasil budaya yang memang masih disimpan baik di
dalam suku sunda tersebut.
Saya
sebagai seorang yang terlahir di dalam adat suku sunda sendiri pun merasa
bangga dengan suku yang memang melekat pada dalam diri saya, karena yang saya
tahu adalah suku sunda itu juga memiliki sifat yang ramah yang bisa saling
menghargai walaupun kepada orang-orang yang belum di kenalnya, mereka juga
sangat bersifat baik dalam bahasa sundanya itu adalah “someaah hade ka semah”. Dan itu lah yang menjadikan saya, dan
mungkin seluruh masyarakat yang terlahir di dalam suku sunda bangga terhadap
sukunya tersebut.
3.2.
Saran
Saran
yang dapat saya berikan adalah kita harus mengetahui bermacam-macam suku yang
ada di Indonesia bukan hanya suku sunda tetapi masih banyak suku-suku yang
lainya. Mengenai suku sunda sendiri kita harus bisa lebih mengembangkan suku
yang kita miliki dari sejak lahir, contohnya saja dalam berbahasa, kita harus
bisa menguasai bahasa dalam suku kita kalaupun misalkan kita tidak bisa
menggunakan bahasa itu dengan baik, kita harus bisa memahami makna dan
maksudnya sedikit saja.
Suku
itu merupakan bagian pokok dari kebudayaan Indonesia. Tidak mungkin seseorang
lahir tanpa adanya suku, pastilah merka memiliki suku yang telah dibawa oleh
kedua orang tuanya jika suku-suku dari kedua orang tua berbeda kita tidak boleh
condong terhadap satu suku saja tetapi alangkah lebih baiknya kita bisa
mempelajari dan mengenal lebih dekat dari kedua suku-suku tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidi, Ayip. Revitalitas Dan Aplikasi Nilai-Nilai Budaya Sunda Dalam Pembangunan
Daerah. Bandung. 2010
Ningrat, Koentja. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1982
Supriatna, Jatna. Melestarikan Alam
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008
LAMPIRAN
Ini adalah hasil-hasil kebudayaan
dari suku sunda
[3] Ayip
Rosidi. Revitalitas dan Aplikasi
Nilai-Nilai Budaya Sunda Dalam Pembangunan Daerah. (Bandung : 2010), hal.
117
[5]
Koentjaraningrat. Manusia Dan Kebudayaan Di
Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 1982). H, 303
[7]
Koentjaningrat. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. (Jakarta: Djambatan,
1982). Hal, 301 & 302
Tidak ada komentar:
Posting Komentar